Pejabat-pejabat Burma hari Jumat mengatakan sejumlah 651 tahanan dibebaskan lewat amnesti yang diberikan Presiden Thein Sein untuk mempercepat rekonsiliasi nasional.
Yang dibebaskan termasuk beberapa pemimpin penting dari gerakan demokrasi yang gagal, mantan pejabat yang tidak lagi disenangi dan wartawan.
Salah seorang diantara mereka adalah pemimpin mahasiswa Burma pada pemberontakan pro-demokrasi tahun 1988 silam, Min Ko Naing, pemimpin demonstrasi pendeta Buddha tahun 2007, U Gambira dan pemimpin etnis Shan, Khun Tun Oo yang dijatuhi hukuman 93 tahun penjara karena menghasut.
Pihak berwenang juga membebaskan mantan perdana menteri dan kepala intelijen Khin Nyunt yang ditangkap tahun 2004 bersama belasan rekan kerjanya.
Aung Khaing Min bekerja pada Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik Burma atau AAPPB. Dia mengatakan kelompok itu menyambut baik pembebasan itu dan mengharapkan agar 400 tahanan politik lainnya dibebaskan. Ia mengatakan, “Kalau pemerintah ingin memenjarakan mereka lagi, tentu saja mereka bisa karena pembebasan ini hanya sementara atau hanya ditunda.”
AAPPB mengatakan meskipun banyak tahanan penting dibebaskan masih ada ratusan orang lagi yang ditahan.
Pemerintah Burma yang di dukung militer menolak untuk mengakui tahanan politik secara resmi dan menyebut mereka sebagai pelaku kriminal biasa.
Aung khaing Min mengatakan tahanan yang terkait dengan kelompok etnis bersenjata atau ditahan dibawah UU imigrasi tidak ikut dibebaskan. Dia menambahkan ada beberapa hukum yang perlu diubah untuk mencegah penangkapan lebih banyak pembangkang. Ia mengatakan, “UU Transaksi Elektronik misalnya yang diberlakukan tahun 2004 ditujukan untuk memenjarakan tahanan politik lebih lama. Sebagai contohnya, pasal 71 dan 72 Hukum yang melarang orang berkumpul, sangat umum dipakai untuk menekan oposisi atau pembangkang politik.”
Amerika, Uni Eropa dan negara lainnya membatasi perdagangan dengan Burma karena pelanggaran HAM oleh militer dan pengekangan demokrasi.
Pembebasan tahanan itu terjadi bersamaan dengan pertemuan yang dilakukan Anggota Kongres Amerika, yang mendukung sanksi itu, Joe Crowley dengan pejabat Burma dan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi.
Partai Liga Nasional bagi Demokrasi yang dipimpinnya adalah pendukung utama sanksi-sanksi itu untuk menekan pemerintah melakukan reformasi.