Israel pada Kamis lalu (17/10) mengumumkan telah membunuh Kepala Biro Politik Hamas Yahya Sinwar dalam serangan drone di Jalur Gaza bagian selatan. Israel menilai Sinwar adalah salah satu tokoh yang bertanggungjawab terhadap serangan 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 warga Israel.
Wakil Presiden Amerika Kamala Haris menyebut kematian Sinwar sebagai kesempatan menyudahi perang di Gaza. “Keadilan telah ditegakkan,” ujar Haris.
Namun pengamat Timur Tengah di Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan yang terjadi justru sebaliknya, mengingat Hamas sudah terbiasa kehilangan pemimpin mereka. Menurutnya, kematian Sinwar justru akan semakin memperkuat semangat perlawanan Hamas, bukan solusi menuju perdamaian.
"Pembunuhan itu (para pemimpin Hamas) bukan solusi untuk menuju perdamaian tapi justru semakin menguatkan benih-benih perlawanan di kalangan hamas dan kelompok-kelompok perlawanan yang lain. Karena itu bukan tanda-tanda kekalahan, hanya masalah terbunuhnya seorang pemimpin dan mereka sudah terbiasa dengan pergantian pemimpin," katanya kepada VOA, Minggu (20/10).
BACA JUGA: Warga Gaza Puji Akhir Hidup Yahya Sinwar: Tetap Lempar Tongkat ke Drone IsraelYon menunjukkan bagaimana kematian puluhan tokoh yang disebut sebagai “pemimpin senior” Hamas sejak berkecamuknya perang setahun lalu, tidak pernah memberi pukulan yang signifikan pada Hamas.
Hal senada disampaikan Hasbi Aswar, pengamat hubungan internasional di Universitas Islam Indonesia (UII).
"Pertama, memang ini (kematian Yahya Sinwar) pasti akan membuat para pejuang Hamas sedikit terpukul. Tetapi Hamas terbiasa melatih banyak calon pemimpin, yang siap menggantikan jika ada pemimpin mereka yang luka atau tewas dalam pertempuran,” ujarnya.
Hamas: Kematian Sinwar “Insentif” agar Lebih Tabah & Tekun Berjuang
Pandangan kedua pengamat ini diperkuat dengan pernyataan salah seorang pejabat politik Hamas, Khalill Al-Hayya, dalam pesan video hari Minggu. Yaitu bahwa “darah yang tumpah ini akan menerangi jalan (perjuangan) dan menjadi insentif agar kami lebih tabah dan tekun; dan bahwa gerakan Hamas akan terus melanjutkan tekad para pemimpin dan martir, serta rakyat kita, demi berdirinya negara Palestina di seluruh tanah Palestina, dengan Yerusalem sebagai ibu kota. Insya Allah,” ujarnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Hasbi Aswar menilai hanya ada dua hal yang dapat menghentikan perang Israel-Hamas di Gaza.
Pertama, jika Israel memang benar-benar berhasil menahklukkan Hamas; yang hingga sekarang belum menunjukkan isyarat ke sana.
Kedua, jika desakan publik Israel untuk menyudahi perang dan membebaskan seluruh sisa sandera terus meluas dan membuat pemerintahan Netanyahu harus menghentikan operasi militernya. Melihat apa yang terjadi dua bulan terakhir ini, Hasbi memproyeksikan Israel akan menyudahi perang karena desakan kuat publik.
Israel Sebarkan Foto Jasad Sinwar sebagai Simbol Kemenangan
Pasca kematian Yahya Sinwar, militer Israel menghujani Jalur Gaza dengan foto-foto jasad Sinwar sebagai simbol kemenangan. Pasukan Pertahanan Israel IDF juga menyebarkan lewat pesawat terbang ribuan selebaran foto jasad Sinwar dan kutipan pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa “Hamas tidak lagi menguasai Gaza.” Selebaran itu juga disertai pesan agar Hamas segera membebaskan seluruh sisa sandera. “Barang siapa yang menyerahkan sandera dan persenjataan, akan diizinkan hidup dengan damai,” demikian kutipan di selebaran itu.
BACA JUGA: Israel Sebar Pamflet Bergambar Jasad Sinwar Berisi Pesan untuk HamasYahya Sinwar dinilai sebagai tokoh radikal. Ia tidak pernah mendukung solusi dua negara, karena baginya Israel seharusnya dimusnahkan. Pemikiran Sinwar ini berbeda dengan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh – yang dibunuh Israel pada 31 Juli lalu – yang justru membuka jalan bagi berlangsungnya perundingan dan gencatan senjata dengan syarat-syarat yang diatur Hamas.
Namun upaya perundingan dan gencatan senjata itu menemui jalan buntu ketika Yahya Sinwar menggantikan posisi Ismail Haniyeh pasca kematiannya. [fw/em]