Munculnya wacana amandemen UUD 1945 dan membuka peluang jabatan presiden selama tiga periode dinilai sejumlah pengamat bertentangan dengan tujuan Pemilihan Umum (Pemilu) itu sendiri. Mereka mengatakan masyarakat harus tegas menolaknya.
Meski kalangan istana menolak kemungkinan penambahan masa jabatan presiden dari ketentuan maksimal dua periode seperti saat ini, wacana soal itu tidak juga berhenti. Sejumlah kelompok pendukung Jokowi tetap menyuarakan itu dengan berbagai alasan.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, secara tegas mengatakan penambahan masa jabatan presiden tidak sesuai dengan tujuan diadakannya Pemilu. Dalam diskusi yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (14/9), Mada menyebut salah satu tujuan Pemilu adalah terjadinya sirkulasi elite politik. Pemilu adalah proses untuk membuka ruang bagi pergantian elite, baik di tingkat nasional maupun di daerah. Dia memastikan, proses sirkulasi atau pergantian elite ini penting sekali.
BACA JUGA: Ketua MPR: Masa Jabatan Presiden Tiga Periode Banyak Kerugiannya“Belakangan ini ada wacana, misalnya masa jabatan presiden tiga periode. Itu sebenarnya tidak sesuai dengan tujuan Pemilu, karena sirkulasi elite kemudian menjadi terhambat, dan itu juga bertentangan dengan semangat reformasi kita,” kata Mada.
Dia juga mengingatkan, ketika pergantian elite politik terhambat, maka kondisinya akan bertentangan dengan semangat reformasi yang dilakukan sejak 1998. Indonesia memiliki pengalaman kurang baik dalam sistem politik Orde Baru yang minim sirkulasi elite, khususnya presiden. Pengalaman buruk itu melahirkan tekad pembaruan, degan menerapkan pembatasan jabatan maksimal dua periode.
“Jadi, kalau ada wacana seperti ini, enggak usah segan-segan harus kita katakan tidak. Kita tolak saja secara langsung, enggak usah banyak diskusi lagi, karena itu tentu saja sudah tidak bisa ditolerir lagi,” tambahnya.
Mada menegaskan, segala upaya untuk mendorong kembali demokrasi Indonesia ke belakang, harus dilawan. Tindakan itu dia nilai bertentangan dengan semangat demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
BACA JUGA: Jokowi Tetap Tolak Masa Jabatan Presiden Tiga PeriodeSelain sirkulasi elite, menurut Ketua Program Studi Sarjana Politik dan Pemerintahan, Fisipol UGM itu, tujuan Pemilu yang lain adalah partisipasi politik. Pemilu memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk berkontribusi terhadap demokrasi. Selain itu, Pemilu juga memiliki tujuan pendidikan politik, karena menjadi sarana kedaulatan rakyat untuk memilh representasi mereka dalam konteks demokrasi perwakilan.
Mada juga mengingatkan Pemilu bukan sebuah tujuan, tetapi sarana. Tujuan besar Pemilu adalah meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup warga negara.
Terkunci Sistem Pemilihan
Dengan sistem proporsional terbuka, sistem politik di Indonesia belakangan ini sudah mengunci sehingga banyak keterbatasan yang muncul. Dahlia Umar, dari Network for Indonesian Democratic Society (Netfid) mengatakan salah satu kunci itu adalah syarat mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.
BACA JUGA: Ketua MPR: Masa Jabatan Presiden Tiga Periode Banyak Kerugiannya“Karena syarat untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden itu berat, maka kita akan selalu terkunci dengan hanya memiliki maksimal dua atau tiga pasangan calon,” kata Dahlia dalam diskusi yang sama.
Sampai saat ini, tentu saja belum bisa diketahui berapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan maju di Pemilu 2024. Namun, dengan aturan bahwa dukungan untuk mengusulkan pasangan calon itu membutuhkan 20 persen perolehan suara partai atau 25 persen suara yang sah, maka koalisi partai yang bisa mengajukan akan sangat terbatas. Syarat itu masih ditambah lagi dengan ambang batas parlemen atau parliementary threshold yang sangat tinggi.
“Akan selalu ada satu partai yang menjadi pemimpin koalisi. Kecuali ada partai kedua, yang bisa memimpin, kemudian ada alternatif poros baru yang membentuk sendiri koalisi baru dari partai-partai menengah. Tetapi itu juga kelihatannya belum muncul gejalanya,” kata Dahlia.
Karena itulah, Pemilu 2024 menurut Dahlia, masih akan didominasi peran dari partai-partai besar.
“Saya sangat setuju dengan sejumlah sarjana politik yang memikirkan, jangan-jangan memang sistem pemilu proporsional representatif dengan suara terbanyak itu adalah akar masalah. Adanya eskalasi politik uang dan melemahnya institusional partai atau identitas partai politik,” tambahnya.
BACA JUGA: Mural Politik: Kritik dan Tuduhan Vandalisme Ruang PublikSalah satu jalan keluar yang bisa dipikirkan adalah sistem pemilu yang menguntungkan pemilih dan memperkuat partai politik itu sendiri. Misalnya sistem proporsional tertutup, dengan calon-calon yang ditunjuk dalam partai politik, tetapi dipilih secara langsung oleh kader partai.
Sejak kejatuhan Gus Dur karena dukungan parlemen yang lemah, nampaknya pemerintah belajar untuk menggalang dukungan yang kuat. Karena itulah, partai direkrut ke dalam pemerintahan. Semakin tinggi jumlah partai yang mendukung presiden, kata Dahlia, pemerintahan semakin stabil. Namun itu mengakibatkan tidak adanya checks and balances.
“Kebijakan pemerintah itu, bagus atau tidak bagus akan tetap mendapatkan dukungan parlemen. Masyarakat punya kans yang sangat kecil untuk menyeimbangkan opini yang berbeda dengan pemerintah yang berkuasa,” tambahnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Jadwal Pemilu 2024
Jadwal Pemilu 2024 telah disepakati seluruh pihak. Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden akan jatuh pada Rabu, 21 Februari 2024. Sedangkan Pemilihan Kepala Daerah akan dilangsungkan pada Rabu, 27 November 2024.
“Hari pemungutan suara itu hari Rabu, kita rencanakan bukan pada bulan puasa dan tidak bersamaan dengan hari raya keagamaan karena ada dampaknya,” ujar Komisioner KPU 2017-2022, Pramono U Thantowi.
Pramono menyebut, pemungutan suara dihindari pada Senin atau Jumat, untuk mencegah pemilih justru memanfaatkannya sebagai liburan panjang akhir pekan. Sementara bulan puasa juga dihindari untuk mencegah panitia pemilihan di TPS mengalami kelelahan. Begitu pula tidak pada hari raya keagamaan, agar pemilih tidak terganggu dalam perayaan.
Sesuai aturan, Pemilihan Presiden 2024 didasarkan pada hasil Pemilu 2019, terkait partai atau koalisi partai yang bisa mengajukan pasangan calon. Sementara hasil Pemilu 2024, akan menjadi dasar dalam penentuan calon pada Pilkada 2024. Ini adalah ketentuan yang baru diterapkan dalam Pemilu 2024. [ns/ab]