Pengamat: Seharusnya Jokowi Tidak Giring Eksekusi Mati ke Ranah Publik

  • Iris Gera

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Binus, Tirta Mursitama menjelaskan hal terkait eksekusi mati terpidana kasus penyalahgunaan narkoba di Jakarta, 7 Maret 2015 (Foto: dok).

Pengamat hubungan internasional,Tirta Mursitama, sikap tegas Presiden Joko Widodo sudah tepat agar ke depannya nanti Indonesia tidak dianggap remeh oleh negara lain.

​Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Jakarta, Dina Wisnu mengatakan, dalam hubungan diplomasi ada hal-hal tertentu yang tidak perlu dipublikasi, termasuk di antaranya keputusan eksekusi mati terhadap narapidana kasus penyalahgunaan narkoba oleh pemerintah Indonesia terhadap sejumlah warga negara asing. Hal tersebut disampaikannya usai diskusi di Jakarta, Sabtu (7/3).

Isu yang terbuka dan dipublikasi seperti akhir-akhir ini terjadi menurutnya justru akan memicu ketegangan hubungan antar negara. Oleh karena itu sebaiknya Presiden Joko Widodo tidak terus menerus memberi keterangan kepada media lokal dan asing terkait eksekusi mati dan berulang kali menyatakan langkah tersebut sebagai hukum positif. Pembicaraan tertutup antar kepala negara menurutnya akan lebih efektif.

“Isunya jangan ke ranah publik lagi, ini kan masalahnya ranahnya sosial media dan media secara umum padahal dalam diplomasi segala hal yang dibawa ke tingkat media rawan untuk mempermalukan kedua belah pihak, itu yang harus distop sehingga bisa saja bilang saya akan bicara langsung, kan itu jauh lebih elegant dari pada bilang maaf tidak, gitu kan,” kata Dina Wisnu.

Terlepas dari tekanan yang dilakukan pemerintah Australia terhadap Indonesia terkait eksekusi mati dinilai Dina Wisnu, wajib dilakukan seorang kepala negara terhadap warga negaranya.

Apapun konsekuensi yang harus diterima oleh Australia, pemerintah Australia sudah menunjukkan upaya maksimal meski keputusan sudah disampaikan Presdien Joko Widodo.

“Itu wajar, jadi wajar kalau dari Australia berusaha semaksimal mungkin untuk membebaskan warganya. Kalaupun kita sebagai suatu bangsa warga kita sampai terancam hukuman mati, harusnya seperti itulah perjuagan kita membela warga kita," kata Dina Wisnu.

"Sistem hukum di Indonesia kelihatan kaku dan presiden kita kelihatan lagi-lagi tidak ada pintu dialog. Sementara kalau bicara soal kemanusiaan di tataran hubungan internasional, itu ada norma yang bisa dilalui, demi (ke)manusia(an). Maka harus bisa ada solusi bahkan yang sifatnya personal ya tidak lagi dianggap sebagai gelondongan belaka tapi dilihat satu per satu kasus,” lanjutnya.

Pada kesempatan sama, pengamat hubungan internasional dari Universitas Bina Nusantara, atau Binus Jakarta, Tirta Mursitama menilai keputusan Presiden Joko Widodo tepat.

Meski ia tidak setuju keputusan eksekusi mati berlarut-larut karena berdampak negatif terhadap psikologis terpidana dan keluarga terpidana, melalui media pemerintah Indonesia mampu menyampaikan kepada dunia bahwa hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan naerkoba di Indonesia tidak main-main.

Menurutnya tawaran dalam bentuk apapun dari negara-negara lain tidak akan mengubah keputusan hukum yang berlaku.

“Kalau dalam kasus ini saja lemah, ke depan kita bisa dipermainkan, ini adalah test case politik luar negeri Jokowi. Tinggal sekarang bagaimana mengkomunikasikan isu ini kan bagaimana diplomasi kita menampilkan wajah yang santun tetapi menohok,” kata Tirta Mursitama.

Tirta Mursitama menambahkan, meski saat ini hubungan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah yang warga negaranya menjalani eksekusi mati memanas, ia menilai situasi tersebut tidak akan berlangsung lama.

“Kemungkinan ketegangan ada, tetapi ini kan permainan politik domestik Australia. Kalau bahasa sederhana saya, setelah eksekusi duniapun nggak akan kiamat hubungan Indonesia Australia. Sisi yang lain yang saya ingin sampaikan adalah tugas diplomat-diplomat kita damage controlnya ini bagaimana, bukan hanya tugas Jokowi ya,” lanjutnya.