Tim peneliti AS mengisyaratkan kebutuhan mendesak untuk pengujian dan pengembangan obat yang lebih baik dalam memberantas TBC karena banyaknya kasus TBC yang kebal terhadap obat rifampacin dan isoniazid.
Peneliti-peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) menguji sampel dari lebih 1.200 penderita TBC dari delapan negara yang diklasifikasi memiliki TBC resisten multi-obat (TB-MDR), di mana penyakit tersebut kebal terhadap salah satu atau kedua jenis obat lini pertama, rifampacin dan isoniazid.
Namun, para peneliti menemukan 6,7 persen pasien yang tertular TBC kebal obat secara luas, yang dikenal dengan sebutan XDR. Pasien TB-XDR tidak merespon sederetan obat, termasuk pengobatan lini pertama, dan pengobatan lini kedua, seperti antibiotik kuinolon serta obat suntik yang lebih baru.
Peneliti dari Divisi Pemberantasan TBC, Tracy Dalton, yang mengepalai penelitian tersebut, mengatakan, "Jadi, apa yang muncul adalah kecenderungan yang benar-benar mengkhawatirkan terkait peningkatan XDR di dunia."
Sebelum penelitian ini, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memperkirakan kasus TB-XDR hanya sedikit di atas lima persen.
Dalton mengatakan, kekebalan terhadap setidaknya satu obat anti-TBC yang lebih baru terdeteksi pada 44 persen penderita, mulai dari 33 persen di Thailand sampai lebih dari 60 persen di Latvia. Negara-negara lain dalam penelitian ini adalah Estonia, Filipina, Rusia, Afrika Selatan, Korea Selatan dan Peru.
Menurut Dalton, mudahnya mendapat obat TB baru meningkatkan kemungkinan obat itu diminum tanpa resep dokter, sehingga menyebabkan bakteri TBC menjadi kurang peka terhadap obat yang lebih kuat. Dalton mengatakan, prediktor terbesar apakah peserta penelitian itu tertular TB-XDR adalah apakah mereka pernah berobat.
"Apa yang kami temukan di banyak tempat adalah kekebalan terhadap semua obat lini kedua. Kita perlu lebih banyak obat tersedia, dan itu adalah prioritas utama dalam pengendalian TBC sekarang," ujar Dalton.
Dalton mengemukakan pentingnya mengambil langkah-langkah segera untuk mencegah penyebaran TB-XDR, termasuk membangun fasilitas laboratorium yang lebih banyak dan lebih baik untuk menguji TBC.
"Banyak hal terjadi dalam pengujian molekuler mengenai kekebalan terhadap obat yang akan mendiagnosis penderita dengan cepat." ujarnya lagi.
Sejak penelitian Dalton ini, WHO telah merevisi perkiraan global kasus TB-XDR menjadi 10 persen dari semua penderita yang didiagnosismenderita TBC kebal obat.
Penelitian tentang TBC kebal obat secara luas oleh Tracy Dalton dan sejawatnya di CDC ini diterbitkan dalam jurnal the Lancet.
Namun, para peneliti menemukan 6,7 persen pasien yang tertular TBC kebal obat secara luas, yang dikenal dengan sebutan XDR. Pasien TB-XDR tidak merespon sederetan obat, termasuk pengobatan lini pertama, dan pengobatan lini kedua, seperti antibiotik kuinolon serta obat suntik yang lebih baru.
Peneliti dari Divisi Pemberantasan TBC, Tracy Dalton, yang mengepalai penelitian tersebut, mengatakan, "Jadi, apa yang muncul adalah kecenderungan yang benar-benar mengkhawatirkan terkait peningkatan XDR di dunia."
Sebelum penelitian ini, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memperkirakan kasus TB-XDR hanya sedikit di atas lima persen.
Dalton mengatakan, kekebalan terhadap setidaknya satu obat anti-TBC yang lebih baru terdeteksi pada 44 persen penderita, mulai dari 33 persen di Thailand sampai lebih dari 60 persen di Latvia. Negara-negara lain dalam penelitian ini adalah Estonia, Filipina, Rusia, Afrika Selatan, Korea Selatan dan Peru.
Menurut Dalton, mudahnya mendapat obat TB baru meningkatkan kemungkinan obat itu diminum tanpa resep dokter, sehingga menyebabkan bakteri TBC menjadi kurang peka terhadap obat yang lebih kuat. Dalton mengatakan, prediktor terbesar apakah peserta penelitian itu tertular TB-XDR adalah apakah mereka pernah berobat.
"Apa yang kami temukan di banyak tempat adalah kekebalan terhadap semua obat lini kedua. Kita perlu lebih banyak obat tersedia, dan itu adalah prioritas utama dalam pengendalian TBC sekarang," ujar Dalton.
Dalton mengemukakan pentingnya mengambil langkah-langkah segera untuk mencegah penyebaran TB-XDR, termasuk membangun fasilitas laboratorium yang lebih banyak dan lebih baik untuk menguji TBC.
"Banyak hal terjadi dalam pengujian molekuler mengenai kekebalan terhadap obat yang akan mendiagnosis penderita dengan cepat." ujarnya lagi.
Sejak penelitian Dalton ini, WHO telah merevisi perkiraan global kasus TB-XDR menjadi 10 persen dari semua penderita yang didiagnosismenderita TBC kebal obat.
Penelitian tentang TBC kebal obat secara luas oleh Tracy Dalton dan sejawatnya di CDC ini diterbitkan dalam jurnal the Lancet.