Organisasi Dokter Tanpa Tapal Batas mengatakan dua pertiga penderita HIV di Burma yang membutuhkan obat anti-retroviral tidak bisa memperolehnya.
Itu mengakibatkan 85.000 orang rentan terhadap penyakit-penyakit seperti tuberkulosa, penyebab seperempat kematian akibat AIDS.
Organisasi itu, yang juga dikenal sebagai Medicins Sans Frontiéres (MSF), mengatakan setiap tahun diperkirakan ada 9.300 penderita baru penyakit tuberkulosa yang tidak mempan obat, tetapi sampai saat ini hanya 300 yang diobati.
Untuk membantu mengatasi kesenjangan itu, MSF berharap mendapat dukungan keuangan dari Dana Global untuk Pemberantasan AIDS, TBC, dan Malaria. Tetapi, dalam bulan November bantuan itu tiba-tiba ditangguhkan karena kurangnya dana dari negara-negara donor.
Peter Paul de Grotte, kepala operasi kelompok itu di Burma, mengatakan pendanaan itu seharusnya bisa memperluas pengobatan secara dramatis.
“Dengan penangguhan itu, ada 46.500 penderita HIV yang sedianya bisa diobati dalam beberapa tahun mendatang dan sekitar 10.000 orang penderita penyakit tuberkulosa yang tidak mempan obat, tidak akan bisa diobati karena tidak ada uang masuk ke negara itu,” ujarnya.
MSF mengatakan perebakan HIV di Burma relatif rendah, tetapi kurangnya pengobatan membuatnya sebagai salah satu epidemi yang paling serius di Asia.
PBB mengatakan antara 15.000 sampai 20.000 penderita HIV meninggal setiap tahun di Burma karena tidak mendapatkan pengobatan semestinya. Perebakan tuberkulosa di Burma juga sangat tinggi, yaitu hampir tiga kali tingkat rata-rata global.
MSF adalah pemasok terbesar obat anti-retorviral di Burma, di mana layanan kesehatan hanya merupakan bagian kecil dari anggaran pemerintah.
Tahun ini Burma diperkirakan akan meningkatkan anggarannya untuk layanan kesehatan, tetapi masih tergantung pada bantuan luar negeri.