Sejumlah pakar di UGM tengah menjajaki produksi alat yang memungkinkan mobil berbahan bakar BBM mengganti bahan bakar dengan mudah.
Sejumlah pakar di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tengah melakukan
Meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak dan besarnya beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah, harus disiasati dengan berbagai strategi. Salah satunya adalah penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan bermotor.
Saat ini, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta tengah mengembangkan satu teknologi konverter gas, yang memungkinkan kendaraan pemakai bahan bakar minyak, beralih menggunakan gas. Penelitian untuk menyempurnakan teknologi ini terus dilakukan untuk menjamin keamanan setelah diproduksi secara massal nantinya. Untuk mendukung kampanye peralihan ke gas ini, menurut peneliti konverter kit Mobil Gas UGM Dr. Jayan Sentanuhady, pemerintah harus memberikan dukungan kebijakan yang tepat. Apalagi, pengembangan teknologi secara mandiri ini memerlukan biaya tinggi, dan mungkin harga jual konventer kit ini nantinya akan lebih mahal dari produk impor.
Dukungan kebijakan tersebut, kata Dr Jayan Sentanuhady, antara lain bisa dilakukan dengan mewajibkan mobil dinas pemerintah beralih ke bahan bakar gas dan menggunakan konventer produk dalam negeri. "Memberikan proteksi, memberikan insentif, ada jaminan pembelian, misalkan seluruh mobilnya camat pakai gas, misalkan. Hal-hal seperti itu kan jauh lebih bagus" tuturnya. "Kita juga telah membuat standarisasi untuk safety engineering, jadi kita sudah memahami semua konsep sampai tingkat keamanannya. Kita sudah membuat standarisasi untuk komponen sama tabung gas."
Desain konverter kit mobil gas yang dikembangkan UGM menggunakan tangki bahan bakar tipe 2 dengan kapasitas 60 liter air atau setara 16 liter skala premium (lsp). Dari penelitian selama ini, penggunaan bahan bakar gas bisa memberikan penghematan sekitar 20 persen dibanding premium.
Rektor UGM terpilih, Prof. Pratikno, ketika ditanya mengenai pengembangan lebih lanjut dari teknologi ini berharap, konventer kit buatan para ahli ini tidak dikembangkan oleh industri besar. Sebaliknya, UGM akan melatih UKM dan melakukan pendampingan produksi untuk menjaga kualitasnya.
" UGM pada prinsipnya memberikan dukungan kepada yang kecil, di tengah dominasi perusahaan-perusahaan terutama multinasional yang sangat besar. Saya khawatirkan kalau industri besar itu bergesernya akan ke industri asing. Tapi ada hal yang perlu ditekankan, satu adalah quality control dan yang kedua adalah efisiensi. Kalau kita lihat sejarah pabrik Honda di Jepang begitu, berawal dari koperasi."
Prof. Pratikno berharap, penerapan teknologi konventer mobil gas ini bisa direalisasikan dalam waktu dekat. Selain menjadi alternatif jalan keluar dalam mengurangi beban subsidi BBM, langkah ini diharapkan juga menjadi tradisi baru. Selama ini, perguruan tinggi banyak melakukan penelitian namun hasilnya tidak terpakai oleh masyarakat, karena tidak diproduksi secara massal.
Meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak dan besarnya beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah, harus disiasati dengan berbagai strategi. Salah satunya adalah penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan bermotor.
Saat ini, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta tengah mengembangkan satu teknologi konverter gas, yang memungkinkan kendaraan pemakai bahan bakar minyak, beralih menggunakan gas. Penelitian untuk menyempurnakan teknologi ini terus dilakukan untuk menjamin keamanan setelah diproduksi secara massal nantinya. Untuk mendukung kampanye peralihan ke gas ini, menurut peneliti konverter kit Mobil Gas UGM Dr. Jayan Sentanuhady, pemerintah harus memberikan dukungan kebijakan yang tepat. Apalagi, pengembangan teknologi secara mandiri ini memerlukan biaya tinggi, dan mungkin harga jual konventer kit ini nantinya akan lebih mahal dari produk impor.
Dukungan kebijakan tersebut, kata Dr Jayan Sentanuhady, antara lain bisa dilakukan dengan mewajibkan mobil dinas pemerintah beralih ke bahan bakar gas dan menggunakan konventer produk dalam negeri. "Memberikan proteksi, memberikan insentif, ada jaminan pembelian, misalkan seluruh mobilnya camat pakai gas, misalkan. Hal-hal seperti itu kan jauh lebih bagus" tuturnya. "Kita juga telah membuat standarisasi untuk safety engineering, jadi kita sudah memahami semua konsep sampai tingkat keamanannya. Kita sudah membuat standarisasi untuk komponen sama tabung gas."
Desain konverter kit mobil gas yang dikembangkan UGM menggunakan tangki bahan bakar tipe 2 dengan kapasitas 60 liter air atau setara 16 liter skala premium (lsp). Dari penelitian selama ini, penggunaan bahan bakar gas bisa memberikan penghematan sekitar 20 persen dibanding premium.
Rektor UGM terpilih, Prof. Pratikno, ketika ditanya mengenai pengembangan lebih lanjut dari teknologi ini berharap, konventer kit buatan para ahli ini tidak dikembangkan oleh industri besar. Sebaliknya, UGM akan melatih UKM dan melakukan pendampingan produksi untuk menjaga kualitasnya.
" UGM pada prinsipnya memberikan dukungan kepada yang kecil, di tengah dominasi perusahaan-perusahaan terutama multinasional yang sangat besar. Saya khawatirkan kalau industri besar itu bergesernya akan ke industri asing. Tapi ada hal yang perlu ditekankan, satu adalah quality control dan yang kedua adalah efisiensi. Kalau kita lihat sejarah pabrik Honda di Jepang begitu, berawal dari koperasi."
Prof. Pratikno berharap, penerapan teknologi konventer mobil gas ini bisa direalisasikan dalam waktu dekat. Selain menjadi alternatif jalan keluar dalam mengurangi beban subsidi BBM, langkah ini diharapkan juga menjadi tradisi baru. Selama ini, perguruan tinggi banyak melakukan penelitian namun hasilnya tidak terpakai oleh masyarakat, karena tidak diproduksi secara massal.