Pengungsi dalam Kesepakatan AS-Australia, akan Jalani Pemeriksaan Ketat

Sekelompok pencari suaka memegang kartu identitas mereka setelah mendarat di Pulau Manus, Papua Nugini. (Foto: dok). PM Australia Malcolm Turnbull mengatakan, Rabu (1/2), Amerika Serikat berkomitmen memenuhi kesepakatan penempatan sekelompok pencari suaka dari kamp-kamp kepulauan Pasifik.

PM Australia Malcolm Turnbull mengatakan, Rabu (1/2), Amerika Serikat berkomitmen memenuhi kesepakatan penempatan sekelompok pencari suaka dari kamp-kamp kepulauan Pasifik, meski Presiden Donald Trump telah mengeluarkan keputusan yang menghentikan proses penerimaan pengungsi untuk sementara di AS.

Kesepakatan itu dicapai pada masa pemerintahan mantan Presiden Barack Obama masih berkuasa. Kesepakatan itu melibatkan 1.200 migran yang berhasil dicegat masuk saat berusaha mencapai Australia dan dibawa ke kamp-kamp di Papau Nugini dan Nauru.

Juru bicara Gedung Putih Sean Spicer mengatakan kepada wartawan, Selasa (31/1), pemeriksaan latar belakang yang luar biasa ketat akan diberlakukan kepada semua pengungsi itu.

Trump mulai menggunakan istilah pemeriksaan luat biasa ketat (extreme vetting) sewaktu kampanye presiden untuk menggambarkan pemeriksaan yang meningkat terhadap siapapun yang diizinkan memasuki wilayah Amerika Serikat. Ia awalnya mengatakan ingin melarang masuk semua Muslim, namun kemudian mengubah kebijakannya menjadi pemeriksaan yang luar biasa ketat.

Sebagian pengungsi yang masuk dalam kesepakatan dengan Australia itu berasal dari Afghanistan, Irak dan Iran.

Selain menghentikan sementara penerimaan pengungsi selama 120 hari dan hingga batas waktu yang belum ditetapkan bagi pengungsi asal Suriah, keputusan Trump itu juga melarang masuk selama 90 hari siapapun yang berasal dari Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libya, Somalia dan Sudan. [ab/as]