Otoritas-otoritas bandara Amerika mulai menerapkan tindakan eksekutif Presiden Donald Trump yang bertujuan mencegah teroris memasuki Amerika Serikat. Ratusan orang ditahan di bandara masuk mereka ke Amerika hari Sabtu dan Minggu, sehingga memicu gelombang protes di dalam dan di luar negeri.
Keputusan presiden yang menyangkut tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim, yaitu Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman itu membingungkan warga negara-negara tersebut.
Sejumlah penumpang dari negara-negara target itu tidak diizinkan menaiki pesawat yang menuju Amerika. Pemegang paspor Suriah, Nail Zain dilarang menaiki pesawat menuju Los Angeles dari bandara Ataturk, Istanbul, hari Minggu. Visa Amerika-nya yang baru berumur dua hari tidak mengubah keadaan.
“Istri dan anak saya berada di Amerika Serikat. Putra saya adalah warga negara Amerika. Kami menunggu kesempatan ini sejak dua tahun silam. Ketika kami akhirnya mendapat kesempatan ini, mereka menghalangi kami sebagai pemegang paspor Suriah untuk bepergian ke sana,” kata Nail Zain.
Warga negara Sudan Fatma Abul Qassem harus kembali ke Sudan setelah otoritas bandara di Qatar mencegahnya terbang ke Amerika Serikat.
“Menurut saya keputusan ini tidak adil bagi warga negara Sudan dan Muslim. Jika Amerika ingin melindungi HAM, Amerika harus mempertimbangkan hak-hak kami juga,” kata Fatma Abul Qassem.
Penduduk tetap sah Amerika, atau pemegang kartu hijau, dari tujuh negara tersebut tidak tercakup dalam larangan sementara itu. Tetapi mereka yang kebetulan berada di luar negeri sewaktu keputusan presiden tersebut dikeluarkan kini khawatir tidak akan dapat kembali ke Amerika Serikat.
“Keponakan saya baru saja datang dari Amerika untuk berlibur. Ia adalah seorang penerjemah untuk warga Amerika di Irak dan telah mendapat status pengungsi di Amerika. Sekarang ia menghadapi situasi buntu, apakah ia akan diizinkan kembali ke Amerika atau akan ditolak berdasarkan dalih terorisme,” kata Bayan Ahmed, penduduk tetap keturunan Irak.
Your browser doesn’t support HTML5
Ketua parlemen Iran, Ali Larijani, Minggu (29/1) menyebut larangan bepergian itu “diskriminatif.”
“Menempatkan Iran ke dalam daftar ini dengan dalih khawatir mengenai aksi-aksi terorisme lebih kedengaran seperti lelucon. Bukan rahasia bahwa Iran menghadapi teroris sendirian dalam beberapa tahun belakangan, dan beberapa negara lainnya bergabung kemudian,” kata Ali Larijani, juru bicara parlemen Iran.
Di Israel, musuh bebuyutan Iran, sebagian demonstran berkumpul di luar Kedutaan Besar Amerika di Tel Aviv, Minggu (29/1) untuk menyuarakan tentangan mereka terhadap perintah eksekutif yang ditandatangani Presiden Trump.
Gedung Putih membela penerapan larangan bepergian itu, dengan menyatakan bahwa 325 ribu pengunjung memasuki Amerika Serikat pada hari Sabtu dan hanya 109 di antaranya yang ditahan untuk sementara. [uh/ab]