Pembangunan pembangkit listrik tenaga gas akan memaksa Indonesia meningkatkan impor gas dan membatasi pengiriman di tengah penurunan produksi di lapangan tua.
SINGAPURA —
Indonesia sedang membangun lebih banyak pembangkit listrik kecil tenaga gas di tengah upaya untuk memenuhi lonjakan permintaan listrik dan mengurangi kebergantungan atas impor-impor minyak, dalam sebuah langkah yang sepertinya akan mengalihkan sejumlah besar gas dari ekspor.
Pembangkit-pembangkit listrik kecil bertenaga gas, biasanya memproduksi 100 megawatt atau kurang, akan naik kapasitasnya sebanyak dua pertiga pada 2022. Hal itu akan memaksa Indonesia meningkatkan impor gas dan membatasi pengiriman di tengah penurunan produksi di lapangan-lapangan tua.
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), misalnya, mengatakan pada April bahwa gas dari proyek Bontang diharapkan akan dialihkan kepada mereka saat kontrak pasokan gas alam cair LNG dengan pembeli Jepang berakhir. Indonesia adalah penjual LNG terbesar kelima di dunia.
"Jika melihat permintaan domestik, harus dilihat juga keinginan untuk mempertahankan ekspor. Jika digabungkan, saya kira cukup menantang untuk memenuhi keduanya," ujar Zhixin Chong, analis dari lembaga konsultansi Wood Mackenzie.
Pertumbuhan permintaan gas diharapkan akan naik hampir 7 persen setiap tahun pada 2014-2018 menjadi 4.800 juta kaki kubik per hari (mmcfd) dari 4 persen setiap tahun yang terjadi sejak 2009, menurut Wood Mackenzie. Pertumbuhan pasokan tahunan telah ketinggalan pada 2 persen sejak 2009.
Karena proyek-proyek listrik tenaga gas dan batu bara memerlukan waktu lebih lama untuk pembebasan tanah dan pendanaan, pembangkit-pembangkit listrik kecil tenaga gas yang dapat dibangun dalam beberapa bulan akan dibangun lebih dulu, menurut MAXpower, yang mengoperasikan 15 pembangkit listrik tenaga gas di Indonesia.
Permintaan listrik di Indonesia diperkirakan naik dua kali lipat pada 2022. Pada saat itu, hampir 30 persen dari kapasitas listrik akan berdasarkan pada gas, dimana seperlimanya datang dari proyek-proyek berkapasitas 100 megawatt atau lebih rendah.
"Dalam jangka pendek, karena menghentikan kontrak-kontrak ekspor LNG tidak kondusif, impor gas merupakan pilihan yang lebih kompetitif," ujar Emil Andi Rahman, sekretaris perusahaan distributor gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). (Reuters)
Pembangkit-pembangkit listrik kecil bertenaga gas, biasanya memproduksi 100 megawatt atau kurang, akan naik kapasitasnya sebanyak dua pertiga pada 2022. Hal itu akan memaksa Indonesia meningkatkan impor gas dan membatasi pengiriman di tengah penurunan produksi di lapangan-lapangan tua.
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), misalnya, mengatakan pada April bahwa gas dari proyek Bontang diharapkan akan dialihkan kepada mereka saat kontrak pasokan gas alam cair LNG dengan pembeli Jepang berakhir. Indonesia adalah penjual LNG terbesar kelima di dunia.
"Jika melihat permintaan domestik, harus dilihat juga keinginan untuk mempertahankan ekspor. Jika digabungkan, saya kira cukup menantang untuk memenuhi keduanya," ujar Zhixin Chong, analis dari lembaga konsultansi Wood Mackenzie.
Pertumbuhan permintaan gas diharapkan akan naik hampir 7 persen setiap tahun pada 2014-2018 menjadi 4.800 juta kaki kubik per hari (mmcfd) dari 4 persen setiap tahun yang terjadi sejak 2009, menurut Wood Mackenzie. Pertumbuhan pasokan tahunan telah ketinggalan pada 2 persen sejak 2009.
Karena proyek-proyek listrik tenaga gas dan batu bara memerlukan waktu lebih lama untuk pembebasan tanah dan pendanaan, pembangkit-pembangkit listrik kecil tenaga gas yang dapat dibangun dalam beberapa bulan akan dibangun lebih dulu, menurut MAXpower, yang mengoperasikan 15 pembangkit listrik tenaga gas di Indonesia.
Permintaan listrik di Indonesia diperkirakan naik dua kali lipat pada 2022. Pada saat itu, hampir 30 persen dari kapasitas listrik akan berdasarkan pada gas, dimana seperlimanya datang dari proyek-proyek berkapasitas 100 megawatt atau lebih rendah.
"Dalam jangka pendek, karena menghentikan kontrak-kontrak ekspor LNG tidak kondusif, impor gas merupakan pilihan yang lebih kompetitif," ujar Emil Andi Rahman, sekretaris perusahaan distributor gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). (Reuters)