Hari Internasional Penyandang Cacat diperingati di seluruh dunia dengan berbagai aksi damai, serta sosialisasi mengenai kesamaan hak dan perlakuan yang seharusnya didapatkan para penyandang cacat. Meski telah ada kebijakan atau aturan perundangan yang mengatur hak penyandang cacat, namun masih ada juga daerah yang belum memberikan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat, terutama dalah hal akses terhadap layanan publik.
Sejak beberapa tahun hingga belasan tahun yang lalu para penyandang cacat fisik telah melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri, termasuk bepergian menggunakan kendaraan bermotor. Sepeda motor roda tiga yang sudah dimodifikasi menjadi kendaraan khusus bagi penyandang cacat yang menyebut dirinya disable, sehingga berbagai aktivitas dapat dikerjakan sendiri dengan baik.
Ketua Disable Motor Indonesia Jawa Timur, Abdul Syakur mengatakan, keberadaan disable beserta sepeda motornya selama ini tidak pernah menimbulkan persoalan di jalan raya, namun hak disable untuk mendapatkan surat ijin mengemudi cenderung diabaikan oleh pemerintah dan kepolisian.
Abdul Syakur mengutarakan, “Kita motor roda tiga, DMI dalam hal ini, kita bisa mengendara yang baik, motor-motor kita juga layak di jalan. Tapi kenapa sampai saat ini Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 belum direalisasikan tentang SIM D bagi kami. Dan kalau kami tidak punya SIM, sudah pastinya kan hak-hak kami di jalan raya akan hilang. Ketika terjadi kecelakaan apapun, hak-hak kami hilang dan kita yang pasti disalahkan, kita yang dirugikan, dan bahkan mungkin damai yang seringkali dialami teman-teman.”
Keraguan akan keamanan penyandang cacat dalam mengendarai sepeda motor di jalan, ditanggapi dengan ajakan kepada pihak kepolisian maupun dinas perhubungan untuk melakukan uji kelayakan sepeda motor penyadang cacat.
Mekanik dan modifikator kendaraan disable asal Sidoarjo, Syaiful mengutarakan, pihaknya berani menjamin kendaraan Disable yang dimodifikasinya aman dikendarai, dan mampu beroperasi dengan baik untuk para penyandang cacat dengan terlebih dahulu melakukan pelatihan.
“Saya jamin, saya bisa menjamin karena test drivenya saya sendiri yang melakukan, dan untuk boncengan sama istri saya sama anak saya. Jadi visi saya membuat adalah keselamatan pertama, yang kedua kenyamanan. Kalau anda melihat mas Syakur, melihat saya, ini masih ringan mas, hanya kaki yang tidak berfungsi. Tapi di dalam sana ada yang namanya Dartis, dua-dua kaki tidak ada, tanganpun hanya satu. Saya buatkan, saya ajari, dia mampu berada di jalan raya. Alhamdulillah selama 15 tahun tidak pernah terjadi kecelakaan. Jadi nyetir dengan tangan satu, tangan yang satunya itu putul di atas siku, itu mampu memungsikan rem, yang satu gas, yang satu rem.”
Peringatan hari internasional penyandang cacat diharapkan bukan hanya menjadi momentum peringatan saja, namun lebih pada refleksi mengenai apa yang mesti dilakukan para disable dalam menjalani kehidupan bermasyarakat secara baik.
Mochammad Ghosy, selaku Ketua Panitia Peringatan Hari Penyandang Cacat di Jawa Timur mengutarakan, bahwa hak-hak yang sama bagi penyandang cacat harus diperjuangkan, termasuk oleh masyarakat yang tidak menyandang cacat sebagai wujud rasa kebersamaan dan persaudaraan.
Mochammad Ghosy menjelaskan, “Sekarang dia menuntut bahwa saya mempunyai hak yang sama, jadi sekarang ini dia merasakan bahwa saya punyai hak misalkan seperti teman-teman yang tidak cacat, teman-teman yang tidak disable. Hak itu yang disampaikan pada masyarakat. Dan perlu diketahui, sekarang ini bahwa untuk teman-teman Disable ini bukan tanggungjawab hanya salah satu pihak saja, semua pihak ikut bertanggungjawab.”