Pasukan Perancis berhasil melucuti para pemberontak di Republik Afrika Tengah setelah terjadi baku tembak singkat di ibukota Bangui, Senin (9/12).
Tentara Perancis yang beroperasi di Republik Afrika Tengah melaporkan mereka terlibat baku tembak singkat Senin (9/12) saat mereka berusaha melucuti senjata mantan pejuang pemberontak negara itu, menyusul gelombang kekerasan baru yang menewaskan ratusan orang.
Para pejabat militer mengatakan baku tembak terjadi dekat bandara di ibukota Bangui setelah sekelompok pria bersenjata menolak menyerahkan senjata mereka.
Pejabat Perancis menyebut insiden itu "tidak penting" dan mengatakan secara keseluruhan proses perlucutan senjata tersebut berjalan dengan baik.
Perancis telah mengerahkan 1.600 tentara ke bekas koloninya itu sebagai bagian dari mandat PBB untuk mengakhiri ketidakstabilan selama berbulan-bulan .
Kekerasan terbaru terjadi pekan lalu ketika pejuang Kristen, yang menentang mantan pemberontak Muslim yang menjalankan pemerintahan, melancarkan serangan di ibukota. Setidaknya 400 orang tewas.
Republik Afrika Tengah mengalami kekacauan dan kekerasan setelah gerakan pemberontak Seleka merebut kekuasaan pada bulan Maret, mengusir Presiden Francois Bozize.
Pemerintahan sementara Presiden Michel Djotodia yang lemah belum mampu mengendalikan mantan pejuang Seleka yang sebagian besar Muslim, yang dipersalahkan atas lonjakan pembunuhan dan kejahatan lainnya. Namun, para analis mengatakan kelompok oposisi bersenjata anti-Balaka yang sebagian besar Kristen, juga ikut meningkatkan kekerasan.
Para pejabat militer mengatakan baku tembak terjadi dekat bandara di ibukota Bangui setelah sekelompok pria bersenjata menolak menyerahkan senjata mereka.
Pejabat Perancis menyebut insiden itu "tidak penting" dan mengatakan secara keseluruhan proses perlucutan senjata tersebut berjalan dengan baik.
Perancis telah mengerahkan 1.600 tentara ke bekas koloninya itu sebagai bagian dari mandat PBB untuk mengakhiri ketidakstabilan selama berbulan-bulan .
Kekerasan terbaru terjadi pekan lalu ketika pejuang Kristen, yang menentang mantan pemberontak Muslim yang menjalankan pemerintahan, melancarkan serangan di ibukota. Setidaknya 400 orang tewas.
Republik Afrika Tengah mengalami kekacauan dan kekerasan setelah gerakan pemberontak Seleka merebut kekuasaan pada bulan Maret, mengusir Presiden Francois Bozize.
Pemerintahan sementara Presiden Michel Djotodia yang lemah belum mampu mengendalikan mantan pejuang Seleka yang sebagian besar Muslim, yang dipersalahkan atas lonjakan pembunuhan dan kejahatan lainnya. Namun, para analis mengatakan kelompok oposisi bersenjata anti-Balaka yang sebagian besar Kristen, juga ikut meningkatkan kekerasan.