Perang Saudara di Sudan akan Jadi “Mimpi Buruk” bagi Dunia

Orang-orang berjalan di sekitar benda-benda yang berserakan di pasar El Geneina di ibu kota Darfur Barat di tengah pertempuran antara pasukan dua jenderal yang bersaing di Sudan, Sabtu, 29 April 2023. (Foto: AFP)

Mantan perdana menteri Sudan, Abdalla Hamdok, Sabtu (29/4), memperingatkan konflik di negara Afrika yang sedang bergolak itu bisa memburuk menjadi salah satu perang saudara paling buruk di dunia, jika tidak segera dihentikan.

Sudah lebih dari 500 orang tewas sejak pertempuran antara pasukan yang dipimpin oleh komandan militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan dan tangan kanannya, Mohamed Hamdan Daglo yang memimpin pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF).

BACA JUGA: Neraka Tanpa Akhir: Perang Terus Berkecamuk di Sudan di Tengah Gencatan Senjata

Kedua pihak sudah menyetujui sejumlah gencatan senjata, tapi tidak ada yang efektif menghentikan pertempuran, sedangkan korban jiwa warga sipil terus bertambah. Kekacauan and pelanggaran hukum membekap Khartoum, Ibu Kota Sudan.

Banyak warga di kota berpenduduk lima juta jiwa itu terjebak di rumah mereka tanpa makanan, air, dan listrik.

Mantan perdana menteri Sudan, Abdalla Hamdok, saat menghadiri pertemuan di Paris, 17 Mei 2021. (Foto: Christophe Ena/AP Photo)

“Jangan sampai Sudan mencapai titik perang saudara yang seutuhnya..Suriah, Yaman, Libya, tidak ada apa-apanya,” kata Hamdok dalam perbincangan dengan taipan bisnis telekomunikasi kelahiran Sudan, Mo Ibrahim, dalam sebuah acara di Nairobi, seperti dilansir oleh AFP.

“Saya pikir (perang di Sudan) akan menjadi mimpi buruk bagi dunia,” kata Hamdok, sambil menambahkan bila hal itu terjadi akan banyak dampak buruknya.

Konflik yang terjadi adalah “perang yang bodoh” antara dua pasukan, katanya.

“Tidak akan ada satu pihak yang menjadi pemenang. Oleh karena itu, perang harus berhenti.”

BACA JUGA: Gencatan Senjata Sudan Diperpanjang, Tapi Serangan Berlanjut

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 75 ribu orang terpaksa mengungsi akibat pertempuran di Khartoum dan di negara bagian Nil Biru dan Kordofan Utara, serta wilayah barat Darfur.

Pertikaian itu juga sudah memicu evakuasi warga negara asing dan anggota staf internasional.

Hamdok menjabat sebagai perdana menteri Sudan saat transisi ke kekuasaan sipil sebelum dia dilengserkan dan ditahan melalui kudeta. Meski kemudian Hamdok menjabat kembali, dia mundur pada Januari lalu. [ft]