Perang terhadap Kelompok Teroris ISIS Jadi Isu Utama Kampanye

Capres AS Donald Trump dan Hillary Clinton berkampanye hingga saat-saat terakhir, sehari sebelum pemilihan hari Selasa (8/11).

Kedua Capres AS, Donald Trump dari Partai Republik dan Hillary Clinton dari Partai Demokrat terus berkampanye sehari sebelum hari pemilihan pada hari Selasa (8/11).

Kampanye pemilihan presiden di Amerika tahun ini sudah hampir berakhir. Namun masih jauh dari berhenti, kedua calon Donald Trump dari Partai Republik dan Hillary Clinton dari Partai Demokrat terus berkampanye sebelum hari pemilihan pada hari Selasa.

Trump hari Senin (7/11) berkampanye di lima negara bagian dalam upaya mengumpulkan dukungan untuk mengalahkan Hillary Clinton yang melakukan kampanye di empat negara bagian. Survei politik menunjukkan Hillary Clinton bisa menjadi perempuan pertama yang terpilih menjadi presiden Amerika.

Analis politik Nathan Gonzalez mengatakan kepada VOA, sementara hari terakhir kampanye semakin dekat, persaingan antara kedua calon bertambah ketat dan sengit.

Selagi rakyat Amerika pergi ke tempat pemungutan suara pada hari Selasa, ada empat hal kebijakan luar negeri yang paling banyak diperdebatkan oleh Hillary Clinton dan Donald Trump dan ada satu topik yang mereka abaikan.

Dengan mengutip terorisme sebagai salah satu masalah yang paling mendesak yang dihadapi negara, perang yang dipimpin AS terhadap kelompok teroris ISIS menjadi salah satu isu utama kampanye. Isu ini muncul berulang kali selama tiga kali debat presiden.

Memproyeksikan akan bersikap tangguh terhadap terorisme, masing-masing calon presiden mengaku mempunyai rencana yang lebih baik untuk mengalahkan ISIS, meskipun mereka tidak sepandangan apakah ancaman kelompok itu berbentuk "teroris radikal Islam" atau "jihad radikal."

Trump menuduh Clinton sebagai "pendiri" ISIS dengan mempromosikan kebijakan yang membuat ketidakstabilan di seluruh Timur Tengah, ketika dia menjabat Menteri LN dan senator. Clinton dengan tajam mempertanyakan temperamen lawannya, penilaian dan pengalaman dalam menguasai masalah luar negeri.

Meskipun secara luas diejek karena menyebutkan rencananya untuk mengalahkan ISIS tapi tetap "merahasiakannya," Trump mengemukan beberapa petunjuk tentang bagaimana ia berniat untuk memerangi teror. Ia mengatakan akan melarang Muslim masuk ke Amerika, akan bekerjasama dengan negara-negara Arab "moderat" dan Rusia untuk mengalahkan ISIS, daripada mempersenjatai pemberontak Suriah untuk menggulingkan rezim Presiden Bashar al-Assad.

Di luar retorika keras dan beberapa perbedaan tentang taktik dan strategi, namun tidak seorangpun calon presiden itu menawarkan rencana besar untuk mengalahkan ISIS dan mengakhiri konflik di Suriah kecuali "melakukan sedikit lebih banyak dari yang dilakukan Barack Obama," kata seorang pengamat. [ps/al]