Pekan lalu BI rate turun menjadi 6 persen dan penururn tersebut merupakan kesekian kalinya sepanjang tahun ini. Menurut Gubernur BI, Darmin Nasution di Jakarta, Sabtu, penurunan BI rate karena selain fundamental ekonomi Indonesia kuat, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki target pertumbuhan ekonomi tinggi di tengah melemahnya perekonomian dunia saat ini yang diperkirakan akan tetap melemah hingga tahun depan.
Namun diakui Gubernur BI, Darmin Nasution, penurunan BI rate memang belum diikuti turunnya suku bunga di bank-bank nasional baik bank pemerintah maupun swasta kerana harus melalui berbagai kajian. BI akan melalukan pendekatan terhadap perbankan nasional untuk segera menurunkan suku bunga agar sektor usaha dapat bergerak lebih agresif dibanding saat ini.
Darmin Nasution mengatakan, “Terutama, perbankan punya waktu untuk melakukan adjustment. Jangan lupa, perbankan akan memasukkan RBB, rencana bisnis bank mulai akhir bulan ini dan itu berlangsung sampai Desember. Kita memang bertekad untuk mencermati rencana bisnis masing-masing bank. Kita tidak bisa lagi sekedar menurunkan policy rate kemudian kita berharap mereka menurunkan landing rate.”
Yang paling terkena dampak masih tingginya suku bunga perbankan di Indonesia adalah sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). UMKM menjadi dilema antara butuh modal usaha namun sulit saat melakukan pembayaran karena minimnya dana yang dimiliki.
Meskipun demikian Menteri Koperasi Syarifuddin Hasan berulangkali menegaskan bahwa pemerintah akan membantu sektor UMKM agar tetap bertahan. “Pemerintah belum memiliki pemikiran untuk menaikkan suku bunga yang ada kaitannya dengan UMKM,” ujar Syarifuddin Hasan.
Anggota Himpunan Pengusaha Muda seluruh Indonesia (HIPMI), Silmy Karim berpendapat, para pengusaha sudah sering menghimbau pemerintah dan BI mendesak perbankan segera menurunkan suku bunga agar sektor usaha tidak terbebani .Ia mengingatkan perbaikan ekonomi di Indonesia akan lambat jika antar sektor tidak saling mendukung dan idealnya adalah ketika pemerintah dan BI menerapkan kebijakan terkait sektor usaha maka harus diikuti oleh sektor perbankan.
Silmy Karim mengatakan, “Kita dengan market yang begitu besar, sources daripada bahan baku yang begitu beragam, kemudian juga ada keinginan untuk maju. Tapi sayangnya, ini semua tidak dibina secara baik.”
Pengamat dari lembaga kajian ekonomi, INDEF, Fadil Hasan, mengungkapkan hal senada. Menurutnya, perbankan bersama BI, pemerintah dan kalangan usaha harus mendukung upaya perbaikan ekonomi di dalam negeri. Jika upaya tersebut tidak dilakukan, ditegaskannya, Indonesia akan tertinggal dari negara-negara lain karena sektor perbankan mereka sangat mendukung upaya memajukan perekonomian negaranya.
“Kita harus bisa benar-benar merumuskan satu strategi yang tepat dalam memanfaatkan kemajuan dan perkembangan ekonomi,” papar Fadil Hasan.
Pengusaha mengeluhkan masih tingginya bunga pinjaman sektor usaha yaitu antara 15 hingga 20 persen, padahal yang diinginkan sekitar 10 hingga 12 persen. Untuk bunga pinjaman, sektor properti sekitar 15 hingga 17 persen, sementara yang diinginkan adalah sekitar 11 hingga 12 persen.