Volume perdagangan antar-Korea merosot lebih dari 10 persen pada bulan April, di tengah meningkatnya ketegangan terkait sengketa upah di Kompleks Industri Kaesong.
Berdasarkan data yang dirilis Dinas Pabean Korea Selatan, perdagangan antara Korea Utara dan Korea Selatan mencapai US$211 juta bulan lalu, turun 12 persen dari bulan Maret.
Penurunan dalam perdagangan tersebut terutama disebabkan oleh berkurangnya pengiriman barang melalui kompleks Kaesong. Menurut data pemerintah, kawasan industri kedua Korea itu menyumbang 99 persen perdagangan bilateral.
Para pengusaha Korea Selatan yang mengelola pabrik di kompleks itu mengatakan jumlah pesanan merosot secara signifikan karena kebuntuan berbulan-bulan mengenai kenaikan upah bagi para pekerja Korea Utara di sana.
Menurut Yoo Chang-keun, wakil ketua Asosiasi Pengusaha Korea Selatan di Kompleks Industri Kaesong, Selasa (19/5), suasana di kawasan industri itu tidak mendukung. Sebagian perusahaan mengalihkan produksinya ke negara-negara lain.
Yoo mengatakan, para pembeli mencari alternatif produksi meskipun ada kenaikan biaya, karena khawatir kompleks itu akan ditutup. Pada tahun 2013, kompleks itu ditutup selama beberapa bulan karena perselisihan politik antara kedua Korea. Yoo memperkirakan pesanan akan terus turun kecuali jika kedua pihak mempersempit perselisihan mereka dalam waktu dekat.
Perselisihan mengenai kenaikan upah terjadi sejak November lalu, saat Korea Utara secara sepihak memutuskan harus ada kenaikan upah minimum bulanan bagi para pekerjanya di kompleks itu.
Februari lalu, Pyongyang memberitahu Seoul mengenai keputusan menaikkan upah itu mulai bulan Maret. Seoul menolak permintaan tersebut, dan meminta Pyongyang agar mematuhi persetujuan antar-Korea mengenai Kaesong. Perjanjian itu menyebutkan kenaikan upaya akan ditentukan melalui kesepakatan bersama.
Hari Rabu, Korea Utara membatalkan rencana kunjungan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon untuk mengunjungi Kaesong tanpa alasan. Kunjungan itu meningkatkan harapan bahwa pemimpin PBB itu akan dapat memperantarai suatu perjanjian untuk menyelesaikan perselisihan. Sebelumnya, Korea Utara menolak tawaran baru Korea Selatan mengenai pembicaraan untuk membahas isu tersebut.