Dewasa ini, kebaya sebagai warisan busana bangsa Indonesia hampir terlupakan keberadaannya. Kebaya tidak hanya pakaian wanita Jawa, namun bisa dikenakan sebagai busana yang mewakili beragam busana lain dari seluruh Indonesia. Untuk itulah diselenggarakan acara 2020 Wanita Berkebaya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebanyak dua ribu lebih wanita tampil pada penghitungan pemecahan rekor “2020 Wanita Berkebaya” oleh Royal World Record (RWR), lembaga pencatat rekor dunia yang berpusat di Inggris.
Pemecahan rekor dunia berkebaya yang berlangsung di Sleman City Hall, Yogyakarta itu diajukan oleh GKRAy Setianingsih Angling Kusumo sebagai Dewan Pakar MATRA (Masyarakat Adat Nusantara), dan SRITA (Srikandi Masyarakat Adat Nusantara) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wakil dari Royal World Record (RWR), Kanjeng Pangeran Damien Dematra mengatakan, “Kami dari tim penilai Royal World Record perwakilan Asia Pasifik, telah mencatat data yang masuk, dari seharusnya target 2020 peserta, faktanya lebih dari 2.600 yang hadir, sehingga kami menyimpulkan bahwa rekor dunia sebagai the most women wearing kebaya nusantara with the message of peace dapat diberikan kepada Masyarakat Adat Nusantara (MATRA)”.
Para peserta yang berasal dari lintas suku, etnis, bangsa, budaya, adat, agama dan kepercayaan serta lintas bahasa berkumpul mengenakan kebaya dengan misi menyerukan perdamaian dunia. Diharapkan wanita Indonesia menjadi agen perdamaian dunia,” jelas Ketua Panitia “2020 Wanita Berkebaya”, Diah Purnamasari Zuhair.
“Peserta yang terdaftar di seluruh Indonesia, dari Batam, Sulawesi, NTB, Madura. Bahkan beberapa warga negara asing juga ikut, dari Jepang, Hongaria dan Korea juga ada,” ungkap Diah.
Ditanya mengenai persyaratan dan jenis kebaya yang dikenakan, Diah Zuhair menambahkan, “Memang tujuannya menunjukkan kebaya dari berbagai nusantara, ada yang memakai kebaya Palembangan, Bali, kebaya Kartini, modern atau yang klasik seperti yang ada kutu barunya. Jadi kita bebaskan untuk memakai kebaya dari daerah mana saja. Dan bawahannya harus kain batik dari nusantara, jadi tidak hanya kain batik dari Jawa saja.”
Kebaya terbukti mampu menjadi pakaian dengan nuansa universal, tanpa meninggalkan budaya, seperti disampaikan salah seorang peserta, Aya Purwaningsih.
“Senang rasanya saya bisa berpartisipasi pada acara wanita berkebaya untuk perdamaian dunia ini. Dengan mengenakan kebaya, bagi saya itu sebagai cara kita wanita Indonesia melestarikan budaya Indonesia. Kebaya menjadi ciri khas wanita Indonesia sejak dulu kala karena bisa dikenakan oleh semua kalangan, baik dari wanita bangsawan maupun rakyat biasa,” tukas Aya.
Dewasa ini kebaya dikenakan untuk segala acara, dari pesta resmi seperti pernikahan, perayaan tradisional, hingga upacara wisuda di perguruan tinggi.
Acara yang diadakan oleh Masyarakat Adat Nusantara (MATRA) ini juga melombakan beberapa kategori, antara lain kebaya terbaik, terindah, terunik dan tercantik. [ps/lt]