Perempuan Menopause yang Lebih Berisiko terkena Kanker Payudara akan Ditawari Obat Gratis

  • Associated Press

Seorang ahli radiologi menggunakan kaca pembesar untuk memeriksa mammogram guna mengetahui adanya kanker payudara di Los Angeles pada 6 Mei 2010. (Foto: AP)

Perempuan menopause di Inggris yang berisiko lebih tinggi terkena kanker payudara akan ditawari obat gratis. Layanan Kesehatan Nasional percaya, bila satu dari empat perempuan yang memenuhi syarat itu meminum obat anastrozole, maka akan mencegah setidaknya 2.000 kasus di negara bagian England saja.

Rachel Watkin dihadapkan pada dilema. Dia tahu, dia berisiko tinggi terkena kanker payudara.

Dia menjalani operasi beberapa tahun lalu, tetapi tahun lalu hasil pemindaian menunjukkan kankernya telah kembali. Dokter menyarankan pebisnis sukses ini menjalani mastektomi ganda.

“Saya harus menjalani mastektomi hanya untuk meminimalkan risiko, atau menunggu sampai saya terkena kanker. Itu adalah dua pilihan yang tidak satu pun ideal karena kita mempertaruhkan nyawa,” kata Watkin.

Proses operasi pengangkatan payudara, kata Watkin, menakutkan. Dan dia tidak yakin apa hasil akhirnya. Ia mengatakan: “Seluruh proses pemulihannya sangat buruk, karena menjalani mastektomi ganda.”

Vasiliki Kostoula, seorang pasien kanker payudara dari Yunani, setelah pemeriksaan medis radiologis di sebuah rumah sakit di Athena, 29 Oktober 2008. (Foto: REUTERS/Yannis Behrakis)

Badan Pengatur Produk Obat dan Kesehatan Inggris (MHRA) kini telah memberi wewenang kepada dokter untuk meresepkan anastrozole, obat hormon yang telah digunakan untuk mengobati kanker payudara pada perempuan pascamenopause. Tetapi obat itu masih “off label,” artinya, belum digunakan secara luas.

Hasil uji coba internasional, secara acak, tersamar, dan terkontrol plasebo, disebut Ibis-II, menunjukkan penurunan kasus kanker payudara sampai 49%. Laporan ini terbit dalam jurnal medis Lancet pada 2020.

Dosis yang ditentukan adalah tablet 1 miligram setiap hari selama lima tahun. Obat itu bekerja dengan memblokir enzim yang mengurangi jumlah hormon estrogen dalam tubuh. Layanan kesehatan Inggris yakin sekitar 289.000 perempuan bisa mendapatkan manfaat dari obat tersebut.

BACA JUGA: Panel Kesehatan AS: Perempuan Harus Mulai Jalani Mamografi Sejak Usia 40 Tahun 

Trish Jamieson sudah tahu bahwa keluarganya berisiko lebih tinggi untuk terkena kanker. Kakak perempuannya, Noreen, meninggal karena kanker payudara ketika baru berusia 38 tahun. Jamieson juga menghadapi penyakit ini, setelah didiagnosis mengidap kanker peritoneum ovarium stadium 3 pada November 2019. Ia berharap anak-anaknya mendapat perlindungan lebih.

“Saya lebih tenang dengan adanya obat ini sementara anak saya prihatin karena dia sekarang harus terus melakukan pemeriksaan rutin. Tetapi setidaknya ada obat untuk mereka dan mereka tahu apa yang harus mereka lakukan,” katanya.

Menurut penelitian, efek samping obat yang paling umum adalah rasa panas, rasa lemah, nyeri atau kaku pada persendian, serta ruam kulit, mual, sakit kepala, dan osteoporosis.

Konsultan Onkologi Sacha Howell dari Christie NHS Trust di Manchester mengatakan layanan kanker sekarang tidak mampu mengatasi penyakit tersebut. Jadi, upaya apa saja yang dapat menurunkan jumlah perempuan yang membutuhkan pengobatan, akan disambut baik.

Your browser doesn’t support HTML5

Perempuan Menopause yang Lebih Berisiko terkena Kanker Payudara akan Ditawari Obat Gratis

“Saya mengelola klinik pencegahan dan saya juga masih merawat pasien kanker payudara. Jadi, klinik kewalahan menangani pasien ini sehingga kami mendapati jumlah kasus kanker payudara meningkat, jauh lebih banyak daripada yang bisa kami atasi. Jadi, mengurangi jumlah pasien datang, sungguh akan luar biasa," kata Howell.

Profesor Mike Osborn dari Royal College of Pathologists setuju.

“Sesungguhnya tenaga kerja dalam bidang patologi dan semua spesialisasi belum mampu memenuhi permintaan akan layanan, permintaan yang meningkat seiring bertambahnya usia populasi kita, seiring semakin baiknya kita dalam mendiagnosis kanker dan penyakit lain, dan seiring semakin banyaknya pilihan obat yang ada," ujarnya. [ka/ab]