Kelompok-kelompok perempuan mengatakan bahwa perempuan harus mencakup 30 persen dari semua tim negosiasi dalam pembicaraan yang akan dimulai 22 Januari di Swiss.
GENEVA —
Kelompok-kelompok perempuan Suriah mengatakan Senin (13/1) bahwa mereka ingin mediator internasional Lakhdar Brahimi memberi mereka peran dalam pembicaraan-pembicaraan perdamaian yang akan dimulai minggu depan.
Mereka mengatakan seharusnya perempuan mencakup sedikitnya 30 persen dalam seluruh tim-tim negosiasi dalam pembicaraan Jenewa 2, yang akan dimulai pada 22 Januari di Swiss, untuk mengakhiri perang di Suriah.
Tuntutan mereka mencakup jaminan bahwa semua konstitusi pada akhirnya harus menjamin kewarganegaraan yang setara untuk seluruh rakyat Suriah "dalam keberagaman dan afiliasi mereka" dan menjamin kesetaraan perempuan dan laki-laki, serta menghukum semua bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
Empat wakil kelompok perempuan Suriah akan bertemu dengan Brahimi Selasa untuk membahas bagaimana mewujudkan permintaan tersebut, setelah sebelumnya berkonsultasi dengannya, menurut Phumzile Mlambo-Ngcuka, direktur eksekutif badan PBB untuk perempuan, U.N. Women.
“Pesannya adalah sepanjang tuntutan-tuntutan tersebut datang dari perempuan Suriah, koheren dan mereka setuju, ia akan maju dengan permintaan itu," ujarnya.
Empat perempuan dipilih dari 47 perempuan yang merancang tuntutan mereka dalam pertemuan tiga hari di Jenewa, sebuah kelompok yang mencakup wakil-wakil perempuan Suriah di dalam dan luar negeri.
“Kami mewakili mayoritas, di dalam dan luar negeri," ujar Sabah Alhallak, satu dari empat perempuan tersebut.
Ia mengatakan kelompok-kelompok perempuan telah menggarap prinsip-prinsip konstitusi baru sejak 2011, denagan melihat bagaimana isu itu dibuka dalam revolusi-revolusi "Kebangkitan Arab" lainnya.
"Perempuan telah melihat apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir dan Libya dan ada banyak pelajaran untuk mempersiapkan diri dan melihat apa yang akan datang ke arah kita," ujar Alhallak.
Anggota tim lain, Kefah ali Deeb, mengatakan isu paling mendesak adalah membebaskan ratusan ribu tahanan yang sekarat dari penjara, yang menurutnya hanya menarik sedikit perhatian media.
Ia mengatakan tingkat kematian di beberapa penjara, seperti penjara keamanan militer cabang 215 di Damaskus, telah mencapai 30 per hari, terutama karena penyiksaan dan gizi buruk.
Prioritas lain adalah membubarkan pengepungan, yang membuat penduduk yang terkucil kelaparan.
“Bahkan ada anak-anak yang makan daun dari pohon. Itu bukan khayalan saya," ujarnya.
Rafif Jouejati, wakil yang lain dan juru bicara dari komite koordinasi lokal di Suriah, mengatakan jika Jenewa 2 gagal, para kelompok perempuan akan mendorong perdamaian pada Jenewa 3, 4 atau 5.
"Kami adalah pengacara dan insinyur dan profesor. Kami ibu rumah tangga dan perawat dan profesional medis lainnya. Kami adalah 50 persen dari masyarakat," ujarnya.
“Jika Jenewa 2 tidak berhasil, kami akan mendorong pria yang menciptakan perang untuk mengupayakan perdamaian." (Reuters)
Mereka mengatakan seharusnya perempuan mencakup sedikitnya 30 persen dalam seluruh tim-tim negosiasi dalam pembicaraan Jenewa 2, yang akan dimulai pada 22 Januari di Swiss, untuk mengakhiri perang di Suriah.
Tuntutan mereka mencakup jaminan bahwa semua konstitusi pada akhirnya harus menjamin kewarganegaraan yang setara untuk seluruh rakyat Suriah "dalam keberagaman dan afiliasi mereka" dan menjamin kesetaraan perempuan dan laki-laki, serta menghukum semua bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
Empat wakil kelompok perempuan Suriah akan bertemu dengan Brahimi Selasa untuk membahas bagaimana mewujudkan permintaan tersebut, setelah sebelumnya berkonsultasi dengannya, menurut Phumzile Mlambo-Ngcuka, direktur eksekutif badan PBB untuk perempuan, U.N. Women.
“Pesannya adalah sepanjang tuntutan-tuntutan tersebut datang dari perempuan Suriah, koheren dan mereka setuju, ia akan maju dengan permintaan itu," ujarnya.
Empat perempuan dipilih dari 47 perempuan yang merancang tuntutan mereka dalam pertemuan tiga hari di Jenewa, sebuah kelompok yang mencakup wakil-wakil perempuan Suriah di dalam dan luar negeri.
“Kami mewakili mayoritas, di dalam dan luar negeri," ujar Sabah Alhallak, satu dari empat perempuan tersebut.
Ia mengatakan kelompok-kelompok perempuan telah menggarap prinsip-prinsip konstitusi baru sejak 2011, denagan melihat bagaimana isu itu dibuka dalam revolusi-revolusi "Kebangkitan Arab" lainnya.
"Perempuan telah melihat apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir dan Libya dan ada banyak pelajaran untuk mempersiapkan diri dan melihat apa yang akan datang ke arah kita," ujar Alhallak.
Anggota tim lain, Kefah ali Deeb, mengatakan isu paling mendesak adalah membebaskan ratusan ribu tahanan yang sekarat dari penjara, yang menurutnya hanya menarik sedikit perhatian media.
Ia mengatakan tingkat kematian di beberapa penjara, seperti penjara keamanan militer cabang 215 di Damaskus, telah mencapai 30 per hari, terutama karena penyiksaan dan gizi buruk.
Prioritas lain adalah membubarkan pengepungan, yang membuat penduduk yang terkucil kelaparan.
“Bahkan ada anak-anak yang makan daun dari pohon. Itu bukan khayalan saya," ujarnya.
Rafif Jouejati, wakil yang lain dan juru bicara dari komite koordinasi lokal di Suriah, mengatakan jika Jenewa 2 gagal, para kelompok perempuan akan mendorong perdamaian pada Jenewa 3, 4 atau 5.
"Kami adalah pengacara dan insinyur dan profesor. Kami ibu rumah tangga dan perawat dan profesional medis lainnya. Kami adalah 50 persen dari masyarakat," ujarnya.
“Jika Jenewa 2 tidak berhasil, kami akan mendorong pria yang menciptakan perang untuk mengupayakan perdamaian." (Reuters)