Menteri Kesehatan Nila Djuwita Farid Moeloek menyatakan upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak, karena tingginya angka penderita HIV di Indonesia yang tercatat berjumlah 191.073 orang sejak 2005 hingga 2015. Upaya promotif dan preventif dengan cara mengajak masyarakat menemukan Orang Dengan HIV/ AIDS (ODHA) diharapkan dapat membantu mengobati penderita HIV dengan antiretroviral (ARV).
Nila mengatakan, faktor risiko penularan HIV terbanyak masih melalui hubungan seks berisiko, serta penggunaan jarum suntik untuk Napza (narkotika psikotropika dan zat adiktif), yang membutuhkan penanganan bersama antara pemerintah dan masyarakat, termasuk ODHA.
“Memang tidak mudah dengan era yang terbuka ini, tentu tadi penyebabnya heteroseksual itu, jadi artinya perilaku seks bebas, tapi kita tahu dengan kita mobilisasi yang begitu tinggi, apakah kita bisa menahan ini, ini yang memang PR kita yang cukup berat. Kemudian kita tahu kota pelabuhan misalnya itu adalah tempat-tempat di mana memang perilaku pendatang ini akan berbuat berdampak kepada HIV. Homoseksual juga masih, pengguna jarum suntik untuk Napza juga masih,” kata Nila Djuwita Farid Moeloek, Menteri Kesehatan.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di mana ditemukan kasus HIV yang tinggi, bersama dengan provinsi DKI Jakarta, Papua, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sampai akhir September 2016, di Jawa Timur tercatat ada 17.394 penderita AIDS, dari total pengidap HIV yang ditemukan sebanyak 36.881 orang. Dari jumlah 17.394 penderita AIDS, total kematian akibat AIDS sebanyak 3.679, kasus AIDS pada anak sejumlah 615, dan kasus AIDS pada ibu rumah tangga mencapai 2.944 (17,92 persen).
Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf menegaskan, penanganan HIV/ AIDS perlu keterlibatan seluruh kepala daerah, terutama dalam mengontrol aktivitas seksual berisiko pasca penutupan sejumlah lokalisasi di Jawa Timur.
“Gak ada kaitannya itu, ada lokalisasi atau gak ada lokalisasi itu kalau mau kena AIDS ya kena AIDS aja, cuma kan yang dipersoalkan kalau sudah ditutup itu pengendaliannya gimana. Nah semua yang dipulangkan dari 47 tempat lokalisasi yang ditutup itu by name by address-nya lengkap, diserahkan kepada bupati, walikota, tempat di mana mereka tinggal. Dengan begitu terkontrol, tidak semua yang dari situ (lokalisasi) kan kena,” kata Saifullah Yusuf.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, kata Saifullah Yusuf, telah menyiapkan rumah sakit dan puskesmas di sembilan daerah untuk memberikan pelayanan kepada ODHA.
“Di RS dokter Soetomo kan menyiapkan, kemudian beberapa rumah sakit menyiapkan. Jadi ada sembilan kabupaten/kota yang ada puskesmas dan rumah sakitnya yang siap melayani pengidap HIV. Tidak bisa semua memang, yang terbesar RS dokter Soetomo di mana ada ruangan khusus, ada perawat khusus,” lanjutnya.
Sementara itu, Deddy, ODHA dari Suara Berdaya Surabaya mengatakan, keterlibatan ODHA dalam memberikan sosialisasi dan informasi mengenai HIV/ AIDS sangat diperlukan, sehingga dapat membantu masyarakat lain yang memiliki anggota keluarga penderita HIV/ AIDS.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kalau saya sendiri berusaha untuk mendorong teman-teman agar jangan sembunyi gitu lho. Kalau kamu sudah sehat dan kamu paham informasi, kamu coba dong sosialisasi ke masyarakat, paling dekat keluarga aja dulu gitu lho. Artinya ketika keluarga tahu kondisi kita, ketika kita sakit, keluarga itu paham mau melakukan apa dan dibawa ke mana itu tahu,” kata Deddy. [pr/lt]