Peringati Hari Anak Sedunia, Serukan Stop Kekerasan pada Anak

  • Petrus Riski

Sinta Nuriyah Wahid (depan) (ki-ka) Wagub Jatim Saifullah Yusuf, Rektor ITS Joni Hermana, Konsul Jenderal AS di Surabaya Heather Variava dan Vikjen Kuskupan Surabaya Romo Agustinus Tri Budi Utomo menunjukkan tanda stop child abuse.

Tanggal 19 Desember diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan pada Anak, dan tanggal 20 Desember merupakan Hari Anak Sedunia. Koalisi Nasional Anti Kekerasan Pada Anak menggelar pentas seni dan budaya di gedung Robotika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Sabtu (19/11) malam, yang mengajak semua elemen masyarakat menghormati hak-hak anak, dan menyerukan penghentian segala bentuk kekerasan pada anak di Indonesia.

Peringatan Hari Anak Sedunia dan Hari Anti Kekerasan pada Anak tahun 2016 di Surabaya, diisi dengan berbagai pertunjukan seni dan budaya yang mengangkat tema Stop Child Abuse. Pada malam pentas seni Hari Anak Sedunia ini, hadir mantan Ibu Negara Hj. Sinta Nuriyah Wahid, yang selalu terlibat dalam gerakan perempuan dan anak serta gerakan kebangsaan lainnya.

Sinta Nuriyah menegaskan, orang tua memiliki peran penting dalam mendidik dan memberikan hak bagi anak-anaknya agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik. Selain itu orang tua wajib menjaga dan memelihara anak mereka, agar tidak sampai menjadi korban kekerasan dan perdagangan manusia.

“Saya menyerukan kepada seluruh orang tua agar menjaga, memelihara, mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya, jangan rampas hak mereka, karena di tangan anak-anaklah jaya dan runtuhnya sebuah bangsa dan negara,” ujarnya.

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah melansir, bahwa kasus-kasus kekerasan dan berbagai bentuk penyalahgunaan terhadap anak, hingga mengakibatkan kematian pada anak-anak, paling banyak disebabkan oleh konflik politik dan kemiskinan. Keterlibatan semua elemen bangsa sangat dibutuhkan untuk mencegah serta meminimalisir angka anak yang menjadi korban, akibat kurang optimalnya peran negara dalam memberikan jaminan terhadap hak anak.

Your browser doesn’t support HTML5

Peringati Hari Anak Sedunia, Serukan Stop Kekerasan pada Anak

Menurut Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya, Romo Agustinus Tri Budi Utomo, semua elemen bangsa termasuk institusi agama dan masyarakat mempunyai kewajiban mewujudkan hak perlindungan bagi anak, saat negara belum mampu mewujudkannya.

“Paling tidak itu ada empat unsur, satu negara, dua adalah institusi agama menurut saya, tiga institusi pendidikan, terus yang keempat keluarga. Ini adalah jalur-jalur strategis untuk membangun kesadaran perlindungan akan hak anak. Di sini menurut saya yang memang sejauh negara ini belum optimal, masih sibuk dengan politik, partai macam gitu ya, maka ini pentingnya masyarakat untuk peduli terhadap hal-hal yang terkait dengan perlindungan anak,” tambahnya.

Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf yang hadir dalam peringatan Hari Anak Sedunia ini menegaskan, bahwa pemerintah telah membentuk tim satgas anti kekerasan seksual pada anak, yang melibatkan unsur polisi, tentara, aparatur desa dan tokoh masyarakat.

Saifullah mengatakan, “Kita akan ada MoU untuk bikin satgas (satuan tugas) ya, satgas kekerasan seksual, dengan polisi, dengan tentara yang itu memungsikan tiga pilar plus, Babinsa (TNI), Babinkamtibmas (Polri), Kepala Desa kalau di tingkat desa itu atau Kepala Dusun, ditambah tokoh-tokoh masyarakat. Ya itu yang bisa, karena pada umumnya pelaku itu dikenal baik oleh korban. Korban ini kalau kita tidak jaga dia bisa jadi pelaku, kan itu terjadinya bisa di sekolah, di lingkungan tempat-tempat ibadah, bisa jadi, dan itu biasanya gak lapor karena malu.”

Siti Nuriyah Wahid bersama Wagub Jatim Saifullah Yusuf, Konsul Jenderal AS di Surabaya, Heather Variava, pemuka agama dan perwakilan anak-anak membacakan deklarasi anti kekerasan pada anak.

Saifullah Yusuf juga mengajak semua orang tua melindungi dan menjaga anak-anaknya, serta mengajari anak untuk berani melawan dan melaporkan, bila diperlakukan tidak benar atau mendapatkan tindak kekerasan dari orang lain.

“Memang kita harus awasi anak itu, itu yang pertama, yang kedua kita harus berani mendidik anak kita untuk melawan. Jadi bagaimana mereka mengatakan tidak, kita harus ajari mereka bahwa tubuh itu adalah milik dia yang tidak boleh dilihat oleh siapa pun termasuk dokter sekali pun, kalau toh dia lihat harus seizin dia. Kita harus ajari anak kita,” tambahnya.

Sementara itu Konsul Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Heather Variava menegaskan, pentingnya peran semua pihak untuk mendukung terpenuhinya hak-hak anak.

“Kami berharap, kami pikir bahwa semua anak ada hak untuk bermain, hak untuk belajar, hak untuk ada hidup (merasakan kehidupan) anak-anak. Dan kami, saya, dan semua rekan saya di Konsulat sangat senang bahwa kami bisa bermitra dengan Yayasan, dengan LSM, dengan tokoh agama, dengan pemimpin pemerintah untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah itu,” ujarnya. [pr/em]