Sejak akhir pekan lalu, berbagai acara digelar untuk memperingati satu tahun pecahnya kembali Perang Israel-Hamas di Gaza, baik dari kelompok pro-Palestina maupun pro-Israel.
VOA berada di Monumen Washington di Ibu Kota Amerika Serikat, Washington DC, di mana ratusan massa pro-Israel berunjuk rasa, terutama untuk mendorong pembebasan sisa sandera yang masih ditawan Hamas.
Sejumlah keluarga sandera dan pemuka agama Yahudi turut hadir di lokasi untuk memberikan dukungan kepada Israel, yang selama setahun terakhir melancarkan operasi militer di Gaza, dan kini meluas hingga ke Lebanon, untuk melawan ancaman kelompok militan Hamas, yang disebut Israel telah melancarkan serangan terburuk terhadap warga Yahudi sejak Holokaus.
Pengunjuk rasa membawa berbagai poster, salah satunya bertuliskan “Terrorism is Not Resistance”, yang berarti “Terorisme Bukanlah Perlawanan”, merujuk pada pengunjuk rasa pro-Palestina yang mengusung slogan “Setahun Genosida, Setahun Perlawanan" untuk memperingati satu tahun pecahnya kembali perang Israel-Hamas di Gaza.
Para pembicara pro-Israel menggaungkan pesan bahwa negara itu berhak membela diri, menyerang apa yang mereka anggap sebagai ancaman. Mereka menuntut pembebasan para sandera dan diakhirinya perang yang sudah kian meluas.
Your browser doesn’t support HTML5
“Salah satu yang bisa kita lakukan adalah mengadvokasi pemulangan mereka (para sandera). Bukan cuma warga Israel, tapi juga warga Amerika dan negara lainnya yang ditawan organisasi teroris terdaftar, tidak ada yang bisa mengunjungi mereka, Palang Merah juga belun melihat mereka. Tidak ada yang tahu siapa yang masih hidup, siapa yang sudah meninggal,” ujar Debby Shemony kepada VOA, Senin (7/10).
“Tuntutannya adalah melakukan apa pun yang kita bisa untuk menekan Hamas untuk bernegosiasi, membebaskan para sandera, hidup ataupun mati,” tambahnya.
Senator JD Vance, yang juga calon wakil presiden AS dari Partai Republik, dan aktivis Timur Tengah asal Mesir, Dalia Ziada, yang menentang Hamas, ikut bicara di hadapan pengunjuk rasa pro-Israel.
Unjuk rasa pro-Palestina sendiri sudah lebih dulu digelar pada akhir pekan lalu di depan Gedung Putih, kantor sekaligus kediaman presiden Amerika Serikat Joe Biden. Sekitar tiga ribu orang hadir dalam aksi tersebut.
Acara yang digelar oleh Gerakan Pemuda Palestina itu kembali menyerukan tuntutan gencatan senjata segera dan embargo senjata ke Israel.
Salah satu pengunjuk rasa, yang juga anggota gerakan tersebut, Zaid Khatib, mengatakan, “Baik Biden di Gedung Putih, maupun Kamala Harris ataupun Donald Trump, kita tahu bahwa Partai Demokrat dan Republik bersatu untuk mendukung satu hal, yaitu imperialisme Amerika Serikat dan genosida Zionis terhadap rakyat Palestina.”
“Maka, pesan kami kepada Biden sama seperti pesan bagi Kamala maupun Trump, yaitu bahwa masyarakat menuntut embargo senjata,” lanjutnya.
jajak pendapat Gallup yang dirilis Juli lalu, 48 persen responden menentang tindakan Israel di Gaza, sementara 42 persen memberikan dukungan.
Perang Israel-Hamas sendiri kembali pecah pada 7 Oktober tahun lalu, setelah Hamas melancarkan serangan ke Israel selatan yang menewaskan 1.200 orang, sebagian besarnya warga sipil, di mana 250 lainnya diculik. Sebagai balasannya, Israel melancarkan kampanye militer yang hingga kini menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza telah menewaskan sedikitnya 41.500 orang, separuhnya perempuan dan anak-anak. Hampir 80 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza juga telah terpaksa mengungsi.
Beberapa pekan terakhir, Israel melancarkan serangan ke Lebanon, yang menewaskan banyak pemimpinnya, termasuk Hasan Nasrallah, yang memicu serangan rudal Iran pekan lalu. Israel bersumpah akan membalas serangan Iran itu. [rd/em]