Perludem: Presiden Jokowi Perlu Segera Terbitkan Perppu Terkait Pilkada

  • Fathiyah Wardah

Seorang petugas TPS memberikan surat suara di TPS di Kuta, Bali, saat pelaksanaan pilkada, 9 Desember 2015. (Foto: AFP)

Presiden Joko Widodo dinilai perlu segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menunda pilkada 2020.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda empat tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 akibat mewabahnya virus corona. Empat tahapan tersebut yaitu pelantikan panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih, serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.

Jika wabah ini terus berlanjut, sejumlah pihak menilai akan sulit melangsungkan pemungutan suara pada 23 September, sebagaimana yang direncanakan semula.

Direktur Perludem Titi Anggraini. (Foto: Courtesy/Titi Anggraini)

Untuk itu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai Presiden Joko Widodo perlu segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menunda pilkada 2020.

Ditemui di Jakarta hari Jumat (27/3), Titi mengatakan Perppu ini penting bagi KPU untuk menjadi landasan hukum yang kuat dalam menerbitkan keputusan untuk menunda seluruh tahapan pilkada tahun ini. Menurutnya penundaan pilkada ini menjadi prioritas karena wabah covid-19 semakin meluas dan terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia.

Kondisi ini, kata Titi, juga beririsan dengan sebaran daerah yang akan melaksanakan pilkada 2020. Dari 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada tersebut tersebar di 32 provinsi di Indonesia. Hanya DKI Jakarta dan Aceh yang tidak terdapat pelaksanaan pilkada 2020.

BACA JUGA: Mencari Penyebab Meninggalnya Petugas Pemilu

Titi mengatakan mengadakan pemilihan selama masa pandemi dapat merusak atau dianggap merusak aspek demokrasi ini dengan mengurangi jumlah pemilih. Warga lanjutnya mungkin akan cenderung untuk tidak memilih jika mereka peduli dengan kesehatan mereka dan kesehatan anggota keluarga mereka. Oleh karena itu, legitimasi kontestasi dapat dirusak oleh partisipasi yang tidak merata.

“Pilkada tidak boleh membahayakan siapapun yang terlibat didalamnya termasuk juga membawa potensi bahaya pada jajaran penyelenggara, peserta pemilihan ataupun pemilih, karena kalau kita tetap melakukan itu maka kita sudah melakukan tindakan tidak adil kepada mereka. Dan membuat pilkada terancam tidak aman dan damai karena penuh dengan kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan,” ujar Titi.

BACA JUGA: Maju di Pilwalkot Medan, Menantu Jokowi Bantah Dinasti Politik

Implikasi Teknis Penundaan

Lebih lanjut Titi mengatakan implikasi teknis dari penundaan itu akan berdampak pada kontinuitas tahapan pilkada lainnya, serta bisa menggeser hari pemungutan suara karena itu aktivitas inti pilkada.

Sebut saja misalnya, kata Titi, ketentuan pasal 18 ayat 3 UU no.1 tahun 2015 tentang pemilihan Gubernur,Bupati dan Walikota yang menyebut panitia pemungutan suara (PPS) dibentuk oleh KPU Kabupaten/kota enam bulan sebelum pemungutan suara dan dibubarkan paling lambat 2 bulan setelah pemungutan. Tentunya tambahnya jika pelantikan PPS bergeser maka akan bergeser pula hari pemungutan suara sesuai pasal tersebut.

Para pemilih memperhatikan foto-foto kandidat pilkada di sebuah TPS di Tangerang, 9 Desember 2015. (Foto: AP)

Titi menyatakan KPU harus segera membuat simulasi komprehensif dampak penundaan tahapan pilkada terhadap keberlanjutan agenda demokrasi lokal di 270 daerah yang ada. Selain itu lembaga penyelenggaran pemilu itu juga diminta segera berkoordinasi dengan pemerintah dan DPR untuk menjelaskan simulasi penundaan pilkada 2020,d engan segala implikasinya mulai dari teknis pengelolaan tahapan, anggaran,status penyelenggara ad hoc sampai akhir masa jabatan kepala daerah di 270 daerah.

KPU: Ada Tiga Pertimbangan Penundaan Empat Tahapan Pikada

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz mengatakan penundaan empat tahapan ini dilakukan dengan tiga pertimbangan yaitu berdasarkan pengumuman dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa Covid-19 merupakan pandemik global. Pertimbangan selanjutnya adalah Kepala BNPB telah mengumumkan status tanggap darurat nasional dan secara beruntun gubernur di banyak provinsi mengumumkan status khusus terkait virus corona ini.

Menurut Viryan satu-satunya strategi utama mencegah atau meminimalisir dari persebaran Covid-19 ini hanya physical distancing maka KPU, tambahnya, penting menjaga keselamatan masyarakat. Jika tahapan-tahapan tersebut tidak ditunda berpotensi menjadi sarana penyebaran Covid-19.

Secara legal, tambah Viryan, keputusan KPU menunda sejumlah tahapan pilkada serentak 2020 sesuai dengan UU pemilihan pasal 120 .

BACA JUGA: Hemat Kertas, KPU Usulkan E-Rekap dan Salinan Digital dalam Penyelenggaraan Pemilu

Sementara terkait jadwal pemungutan suara sangat tergantung dari wabah covid-19 ini. Apabila wabah ini dalam waktu dekat berakhir masih memungkinkan dilakukan pemungutan suara tetap pada September 2020. Namun jika wabah ini terus berlanjut atau setidaknya hingga bulan Mei, sulit rasanya kata Viryan untuk tidak menunda waktu pemungutan suara.

Saat ini lanjutnya sudah ada 21 negara melakukan penundaan pemungutan suara karena terdampak dari Covid-19.

“Pilihannya kembali pada kapan, bisa salah satunya inggris . Inggris itu melakukan penundaan selama setahun, Mereka langsung mengambil waktu yang aman, yang awalnya 7 Mei 2020 menjadi 7 Mei 2021. Di Inggris ada kurang lebih 300 an pemilu lokal. Kedua, penundaanya hanya pernyataan penundaan sampai dengan waktu yang nanti diputuskan kemudian, sangat tergantung dari kapan pemerintah menyatakan masa tanggap darurat dampak dari Covid-19 selesai.

Para pemilih menunggu giliran memberikan suara dalam pilkada di sebuah TPS bertema Piala Dunia di Surabaya, 27 Juni 2018. (Foto: AFP)


Penundaan Pilkada Serentak Belum Final

Staf Khusus Menteri Dalam Negeri, Kastorius Sinaga, mengatakan pilkada serentak belum final ditunda karena penundaan adalah di proses pelaksanaannya yang dijadwalkan berlangsung bulan Maret.

Namun, kata Kastorius, peluang penundaan pemungutan suara bisa terjadi jika ada lonjakan besar penularan dan dampak dari virus corona dalam beberapa waktu ke depan. [fw/em]]