Pertikaian baru-baru ini antara sekelompok nelayan Thailand dan Angkatan Laut Myanmar telah menunjukkan perselisihan yang telah berlangsung lama antara kedua negara mengenai tumpang tindih hak penangkapan ikan, demikian kata para ahli.
Kapal patroli Myanmar pada dini hari tanggal 30 November menembaki 15 kapal nelayan Thailand di lepas pantai provinsi Ranong, Thailand Selatan. Satu orang warga negara Thailand tewas terbunuh, sementara empat awak kapal Thailand ditahan bersama dengan 27 warga negara Myanmar. Satu kapal penangkap ikan Thailand, Sor Charoenchai 8, juga disita.
Pihak berwenang Thailand sejak saat itu telah mencoba untuk bernegosiasi dengan Myanmar untuk membebaskan nelayan mereka.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand Nikorndej Balankura, pada hari Jumat (6/12) mengatakan kepada wartawan di Bangkok bahwa keempat orang itu dibawa ke kota Koh Song di perbatasan Thailand-Myanmar. “
Saat ini, komite perbatasan kota Thailand sedang mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengirim keempat awak kapal kembali ke Thailand,” katanya seraya menambahkan, “hal ini sedang dibahas untuk menyelesaikan proses ini sesegera mungkin. Saya sangat berharap akan ada kabar baik segera.”
Tetapi hingga hari Senin ini, empat nelayan masih ditahan di Myanmar.
BACA JUGA: Pasca Insiden dengan Angkatan Laut Myanmar, Thailand Berupaya Bebaskan Para NelayanUntuk Bebaskan Nelayan, Thailand Tunggu Jawaban Myanmar
Menteri Pertahanan Thailand Phumtham Wechayachai membenarkan warga negaranya yang tewas dalam bentrokan itu tenggelam setelah melompat ke laut ketika Angkatan Laut Myanmar melepaskan tembakan. Korban adalah seorang laki-laki berusia 24 tahun yang sedang melakukan ekspedisi pertamanya.
Phumtham pada hari Senin (9/12) mengatakan kepada wartawan bahwa Thailand masih menunggu jawaban dari pemerintah militer Myanmar, dan tidak yakin kapan empat warga Thailand yang tersisa akan dibebaskan.
Sebelumnya Phumtham mengatakan penembakan itu merupakan “reaksi berlebihan” Angkatan Laut Myanmar. Namun pemerintah militer Myanmar bersikukuh bahwa tindakan mereka sudah tepat karena kapal-kapal nelayan Myanmar memasuki perairannya.
Myanmar Selidiki Materi di Kapal Pukat Thailand, Diduga Terkait Kelompok Revolusioner
Rezim Myanmar, yang saat ini sedang memerangi kelompok-kelompok pro-demokrasi di seluruh negeri, mengatakan pihaknya juga sedang menyelidiki materi yang ditemukan di kapal pukat ikan itu, yang berkaitan dengan kelompok revolusioner Myanmar.
Thailand dan Myanmar berbagi perbatasan darat sepanjang lebih dari 2.400 kilometer di Asia Tenggara. Mereka juga berbagi batas laut sepanjang 263 kilometer di Laut Andaman, yang resmi ditetapkan pada tahun 1980 melalui perjanjian bilateral.
Namun kapal-kapal pukat Thailand sering melintasi garis laut tersebut.
Direktur Asia Human Rights Labour Advocates, mengatakan para nelayan Thailand melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
“Armada penangkap ikan Thailand melakukan cara lama mereka yang melanggar hukum, dengan melakukan penangkapan ikan di perairan teritorial Myanmar, dan kali ini mereka ditangkap oleh Angkatan Laut Myanmar dengan cara yang melanggar HAM, yaitu dengan menembak terlebih dahulu dan kemudian mengajukan pertanyaan. Insiden terbaru ini benar-benar mengulangi praktik yang dilakukan kedua belah pihak sebelumnya,” katanya kepada VOA.
Thailand Gagal Berantas Penangkapan Ikan Ilegal
Thailand diberi kartu kuning – atau peringatan – oleh Uni Eropa pada tahun 2015 karena kegagalannya memberantas penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur atau illegal, ureporter and unregulated (IUU) fishing.
Mekanisme ini merupakan langkah pertama yang digunakan UE untuk memperingatkan mitra dagangnya atas kelambanan mereka dalam mengurangi penangkapan ikan secara ilegal. Jika kartu merah diberikan kepada suatu negara, itu berarti negara tersebut belum mencapai kemajuan yang cukup dan ekspor perikanannya ke Uni Eropa akan dilarang.
Pada akhir tahun 2015 itu, Thailand memperkenalkan peraturan baru yang menyatakan bahwa kapal penangkap ikan Thailand harus memasang teknologi pemantauan untuk memperingatkan mereka ketika melanggar batas maritim.
Belum jelas apakah sistem peringatan ini diabaikan atau tidak aktif ketika kapal-kapal tersebut ditembaki pada tanggal 30 November.
Thailand bersiap menyambut Myanmar dan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam pertemuan tingkat menteri di Bangkok pada 20 Desember mendatang. [em/jm]