Persetujuan START Baru adalah persetujuan nuklir terakhir yang masih ada antara AS dan Rusia, yang ditandatangani pada tahun 2010 oleh Presiden Barack Obama dan presiden Rusia waktu itu, Dmitry Medvedev.
Minggu ini, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan penghentian keikutsertaan Rusia. Katanya, persetujuan itu “konyol” saat NATO membantu Ukraina melawan pasukan Rusia.
Dia mengatakan telah memerintahkan senjata nuklir berbasis darat Rusia agar disiagakan, serta menjanjikan investasi lebih lanjut.
“Kita akan meneruskan produksi massal sistem Kinzhal hipersonik udara dan akan mulai memasok rudal hipersonik Zircon laut secara massal,” ujar Putin.
Tetapi analis mengatakan, penarikan diri Moskow dari persetujuan nuklir itu tidak akan punya dampak langsung.
Ian Hurd adalah profesor ilmu politik di Northwestern University, katanya, “Pada dasarnya persetujuan itu memang akan segera kedaluwarsa, jadi berakhirnya persetujuan itu tidak akan mengubah banyak substansi hubungan militer kedua negara.”
Your browser doesn’t support HTML5
Jika digabungkan, Rusia dan AS memiliki 90% senjata nuklir dunia. Persetujuan START Baru membatasi jumlah hulu ledak masing-masing negara maksimal 1550 buah, dan memungkinkan keduanya saling memeriksa lokasi penyimpanan peluru kendali mereka.
Pemeriksaan ini dihentikan selama tiga tahun akibat pandemi, dan belum dilanjutkan lagi. Washington pun menuduh hal itu merupakan kesalahan Moskow.
Jane Kinninmont dari Jaringan Kepemimpinan Eropa mengatakan, “Kedua negara berkepentingan pada program inspeksi ini karena akan membatasi perlombaan senjata nuklir. Pada akhirnya, AS bisa mengalokasikan dana yang lebih besar dibandingkan Rusia, seandainya AS menghendakinya; bagaimanapun AS merupakan ekonomi yang lebih besar. Gertakan Rusia ini lebih bersifat tawar-menawar dengan pemerintahan Biden, bahwa “dukungan Anda (AS) terhadap Ukraina ada konsekuensinya.”
Presiden AS Joe Biden telah menyebut keluarnya Rusia dari START Baru sebagai kesalahan yang besar. SekJen PBB juga telah menyerukan kepada Moskow agar memulihkan persetujuan itu.
Meskipun hubungan Beijing dan Moskow menghangat, pada hari Rabu (15/2), China juga menyerukan agar Rusia dan AS patuh pada persetujuan nuklir itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wen Bin mengatakan, “Kami berharap kedua pihak akan mengatasi perbedaan mereka lewat dialog yang konstruktif guna menjamin pelaksanaan secara mulus persetujuan itu.”
Ada kekhawatiran bahwa perlombaan senjata tidak hanya terjadi antara Rusia dan AS, tetapi juga melibatkan kekuatan nuklir lainnya, termasuk China.
Kembali Jane Kinninmont mengatakan, “Bagaimana kita bisa meyakinkan China agar mereka membatasi program mereka kalau AS dan Rusia tidak membatasi program mereka sendiri.”
Your browser doesn’t support HTML5
Presiden Putin mengatakan – tanpa disertai bukti – bahwa beberapa kalangan di AS sedang mempertimbangkan menghidupkan kembali uji senjata atom. Kalau itu dilakukan, maka Rusia akan melaksanakan pengujiannya sendiri.
AS, Rusia, Prancis, Inggris, dan China telah menghentikan uji nuklir pada tahun 1990-an. [jm/rd]