Perdebatan mungkin akan muncul di antara negara-negara yang ingin membatasi produksi lebih banyak plastik dan industri petrokimia yang mendukung daur ulang sebagai solusi bagi limbah plastik.
Menjelang pembicaraan yang melibatkan LSM dan perwakilan industri plastik, banyak negara mengatakan tujuan perjanjian harus berciri "sirkularitas" - atau menjaga agar barang-barang plastik yang sudah diproduksi tetap beredar selama mungkin.
Program Lingkungan PBB (UNEP) yang menjadi tuan rumah pembicaraan, merilis cetak biru untuk mengurangi sampah plastik hingga 80% pada 2040. Namun, Kepala UNEP, Inger Andersen mengatakan, "komitmen sekarang hanya akan mengurangi polusi plastik 8% pada 2024."
Dalam laporan yang dirilis awal bulan ini, diuraikan tiga bidang utama untuk tindakan yaitu penggunaan kembali, daur ulang, dan reorientasi kemasan plastik ke bahan alternatif. Kepala UNEP, Inger Andersen.
"Hanya eliminasi, pengurangan, pendekatan siklus hidup penuh, transparansi dan transisi yang adil yang bisa mendatangkan kesuksesan, karena sebenarnya kita tidak bisa mendaur ulang jalan keluar dari kekacauan ini," kata Andersen.
BACA JUGA: PBB Jabarkan Cetak Biru untuk Kurangi Sampah Plastik Sebesar 80 Persen hingga 2040Sebagian organisasi lingkungan mengkritik laporan tersebut karena berfokus pada pengelolaan limbah. Menurut mereka, itu adalah konsesi terhadap industri plastik dan petrokimia global.
Pakar polusi plastik dari Tara Ocean Foundation, Henri Bourgeois Costa, kepada kantor berita Reuters mengatakan, “Ini benar-benar langkah maju yang bisa menjadi langkah besar, jika apa yang tertuang dalam teks betul-betul dilaksanakan. Ini sungguh bisa mengubah situasi dalam hal polusi plastik. Ingat, polusi plastik bukan hanya masalah yang memengaruhi paus dan lumba-lumba, tetapi juga masalah kesehatan manusia, masalah keadilan sosial, masalah hak asasi manusia."
Dalam putaran pertama pembicaraan November lalu di Uruguay, negara-negara menetapkan tenggat yang ambisius: membuat perjanjian yang mengikat secara hukum dan disepakati dalam satu tahun. Sampai sekarang, para delegasi masih memutuskan tujuan inti perjanjian – termasuk apakah sebagian plastik harus dilarang dan cara-cara untuk meningkatkan pengelolaan limbah. Negara-negara juga belum menyelesaikan isu-isu utama termasuk metode kebijakan pembiayaan serta cara menerapkan dan melaporkan kebijakan.
Your browser doesn’t support HTML5
Minggu ini puluhan negara memberi alasan kesehatan masyarakat sebagai salah satu perhatian prioritas dalam membatasi produksi dan limbah plastik. Laporan UNEP juga mengidentifikasi 13.000 bahan kimia yang terkait produksi plastik, dengan lebih dari 3.000 di antaranya dianggap berbahaya.
Greenpeace, sementara itu, merilis laporan yang mengumpulkan temuan dari makalah penelitian ilmiah. Disebutkan bahwa proses daur ulang bisa melepaskan banyak bahan kimia berbahaya, termasuk bensin, ke lingkungan.
Dalam pertemuan Senin, koalisi 55 negara menyerukan perjanjian yang kuat termasuk membatasi bahan kimia berbahaya tertentu serta melarang produk plastik bermasalah yang sulit didaur ulang dan sering berakhir di alam. [ka/jm]