Sejumlah pejabat Arab Saudi berada di ibu kota Yaman hari Minggu (9/4) untuk melakukan perundingan dengan pemberontak Houthi yang didukung Iran, sebagai bagian dari upaya internasional untuk menemukan penyelesaian konflik di Yaman yang telah berlangsung selama sembilan tahun terakhir, kata para pejabat.
Delegasi Arab Saudi yang dipimpin oleh duta besar kerajaan itu untuk Yaman, Mohammed bin Saeed Al-Jaber, akan menggelar pertemuan dengan Mahdi al-Mashat, kepala dewan politik tertinggi Houthi, yang mengelola daerah-daerah yang dikuasai pemberontak di Yaman, menurut laporan kantor berita SABA yang dikelola Houthi.
Delegasi Oman, yang tiba di Sanaa hari Sabtu (8/4), juga akan bergabung dalam perundingan tersebut, demikian menurut SABA, mengutip seorang sumber yang tidak disebutkan namanya.
Mohammed al-Bukaiti, pemimpin Houthi, mengatakan di Twitter bahwa para pejabat Saudi dan Oman akan membahas “cara-cara untuk mencapai perdamaian yang komprehensif dan abadi di wilayah tersebut.”
Ia mengatakan, tercapainya perdamaian yang tulus antara Houthi dan Arab Saudi akan menjadi “sebuah kemenangan bagi kedua pihak,” dan mendesak seluruh pihak untuk mengambil langkah-langkah untuk “menjaga suasana damai dan bersiap untuk membalik halaman masa lalu.”
Arab Saudi tidak segera berkomentar. Demikian juga kantor utusan PBB untuk Yaman.
BACA JUGA: Menlu Iran dan Menlu Arab Saudi Bahas Rekonsiliasi di ChinaPerundingan di Sanaa merupakan bagian dari upaya internasional yang dipimpin Oman untuk menyelesaikan konflik Yaman, yang dimulai pada 2014. Saat itu Houthi merebut Sanaa dan sebagian besar wilayah utara negara itu, menggulingkan pemerintahan yang diakui secara internasional, yang melarikan diri ke selatan dan lantas ke pengasingan di Arab Saudi.
Langkah Houthi tersebut mendorong koalisi pimpinan Arab Saudi untuk turut campur beberapa bulan kemudian dengan tujuan untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan yang diakui secara internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, konflik itu berubah menjadi sebuah perang proksi di kawasan, antara Arab Saudi dan Iran.
Arab Saudi dan Houthi menyetujui sebuah rancangan perjanjian bulan lalu untuk memulihkan gencatan senjata yang telah berakhir pada Oktober 2022. Kesepakatan itu dimaksudkan untuk mengangkat kembali perundingan politik Yaman, menurut para pejabat Saudi dan Yaman.
Para pejabat tersebut berbicara secara anonim untuk membahas proses negosiasi tertutup.
Mereka mengatakan, kesepahaman Saudi-Houthi itu mencakup gencatan senjata selama enam bulan dengan penghentian semua kegiatan militer di seluruh Yaman. Houthi telah berkomitmen untuk berunding dengan pihak-pihak Yaman lainnya untuk merundingkan penyelesaian politik atas konflik tersebut, kata mereka. PBB akan memfasilitasi negosiasi politik tersebut, tambah mereka.
Kedua pihak juga sepakat untuk lebih melonggarkan pembatasan yang diterapkan oleh koalisi pimpinan Saudi di bandara Sanaa dan pelabuhan-pelabuhan Laut Merah yang dikuasai Houthi di Hodeida, kata para pejabat tersebut. Houthi akan mencabut blokade selama bertahun-tahun di Taiz, kota terbesar ketiga Yaman yang dikuasai oleh pasukan pemerintah, ungkap mereka.
Peta jalan bertahap itu juga menyepakati pembayaran gaji terhadap seluruh pegawai pemerintah – termasuk militer – dari pendapatan minyak dan gas. Sebagai imbalannya, para pemberontak setuju untuk mengizinkan ekspor minyak dari wilayah yang dikuasai pemerintah setelah terhenti selama berbulan-bulan akibat serangan Houthi terhadap fasilitas minyak, kata mereka.
BACA JUGA: Houthi di Yaman Peringati 8 Tahun Perang Lawan Koalisi Pimpinan Arab SaudiDewan kepresidenan Yaman yang diakui secara internasional diberi pengarahan tentang kesepahaman Saudi-Houthi itu pada pertemuan hari Kamis (6/4) di ibu kota Saudi, Riyadh, bersama Pangeran Khalid bin Salman yang menjabat menteri pertahanan Arab Saudi, kata salah seorang pejabat Yaman.
Dewan yang didukung Saudi dan ditunjuk setahun lalu itu telah memberikan persetujuan awalnya terhadap draf kesepakatan tersebut, kata pejabat tersebut.
Menanggapi perundingan Saudi-Houthi, Menteri Luar Negeri Yaman Ahmed Awad Bin Mubarak mengatakan terdapat “sinyal-sinyal positif” akan diumumkannya
sebuah perjanjian gencatan senjata, bersama dengan upaya untuk mengatasi masalah kemanusiaan dan ekonomi lainnya.
“Situasi (kawasan) berbeda,” katanya kepada stasiun televisi satelit Mesir, Al-Qahera, dalam sebuah wawancara yang disiarkan hari Jumat (7/4). “Situasi itu mendorong pencapaian sebuah solusi.”
Meski demikian, Bin Mubarak mengatakan bahwa ada “banyak masalah mendasar” yang perlu ditangani oleh pihak-pihak yang berperang di Yaman sebelum mencapai penyelesaian konflik.
Perundingan yang dimediasi Oman itu bertujuan untuk mencegah kedua pihak melanjutkan pertempuran skala penuh. Upaya tersebut mendapatkan momentum dalam beberapa pekan terakhir setelah Arab Saudi mencapai kesepakatan dengan Iran untuk memulihkan hubungan diplomatik keduanya setelah pertikaian selama tujuh tahun terakhir. Iran, pendukung asing utama kelompok Houthi, mengatakan bahwa kesepakatannya dengan Arab Saudi akan membantu mengakhiri konflik Yaman.
BACA JUGA: Indonesia Sambut Baik Normalisasi Hubungan Arab Saudi-IranAhmed Nagi, pakar Yaman di International Crisis Group, think-tank yang bermarkas di Brussels, mengatakan bahwa pemulihan hubungan Iran-Saudi telah memberikan dorongan untuk digelarnya perundingan antara Saudi dan Houthi. Ia mengatakan, kedua pihak sudah semakin dekat untuk mengumumkan pembaruan gencatan senjata.
Meski demikian, jalur kedua dari negosiasi Houthi-Saudi – sebuah peta jalan potensial untuk mencapai penyelesaian permanen atas konflik tersebut – akan menjadi tantangan besar ketika dibahas oleh pihak-pihak Yaman, ungkapnya.
“Masing-masing pihak memiliki interpretasi dan harapan yang berbeda-beda,” ujarnya. “Mengingat kompleksitas situasinya, sulit untuk melihat kemajuan pada jalur ini dalam waktu dekat.” [rd/jm]