Meskipun sebelumnya ada kekhawatiran Kamboja akan mengikutsertakan junta dalam berbagai pertemuan ASEAN selama masa jabatannya sebagai Ketua ASEAN tahun ini, ternyata Kamboja mematuhi kesepakatan yang dicapai tahun lalu untuk tidak mengundang perwakilan pihak junta, termasuk dalam pertemuan retreat para menteri luar negeri ASEAN yang rencananya dilakukan bulan ini.
Lawatan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dalam kapasitas sebagai pemimpin negara itu ke Myanmar bulan lalu, sempat memicu kekhawatiran itu bahwa Kamboja tidak akan mematuhi kesepakatan-kesepakatan yang dicapai ASEAN sebelumnya.
Dalam jumpa pers, di Jakarta, Kamis (3/2), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah membenarkan sudah ada jadwal baru mengenai pertemuan retreat para menteri luar negeri ASEAN di Kamboja bulan Februari 2022. Indonesia juga sudah mendapat kepastian bahwa Kamboja tidak akan mengundang Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwing dalam pertemuan tersebut.
"Sudah secara jelas disebutkan akan diwakili oleh non politik perwakilan dari Myanmar. Jadi sejalan sekali dengan posisi Indonesia untuk tidak melibatkan unsur politik dari Myanmar dalam pertemuan tersebut," kata Faizasyah.
Belum Ada Kepastian Tanggal
Dalam jumpa pers itu, Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan Kementerian Luar Negeri Achmad Rizal Purnama menjelaskan pertemuan retreat para menteri luar negeri ASEAN akan digelar pertengahan bulan ini namun dia belum bisa memastikan tanggalnya. Hal senada terjadi pada rencana KTT ASEAN-Amerika, yang juga belum dapat dipastikan waktunya mengingat masih terjadinya perebakan luas pandemi virus corona.
Indonesia, lanjutnya, sudah mengeluarkan pernyataan bertepatan dengan setahun kudeta militer di Myanmar di mana pemerintah Indonesia menyayangkan tidak ada kemajuan dalam pelaksanaan lima poin konsensus yang dihasilkan dalam pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta, April tahun lalu.
BACA JUGA: PM Kamboja Akan Sambut Kedatangan Junta Myanmar di Forum ASEAN Jika Kemajuan TercapaiIndonesia juga mendesak militer Myanmar untuk melaksanakan lima poin konsensus tersebut sesegera mungkin, terutama memberi akses bagi utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, yang tahun ini dijabat oleh Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn.
Rizal menambahkan Kamboja sebagai Ketua ASEAN telah mengeluarkan pernyataan mengenai situasi di Myanmar yang tidak berbeda dengan pernyataan dikeluarkan pemerintah Indonesia sehari sebelumnya. Dalam pernyataan itu, negara-negara ASEAN menyambut baik penunjukan Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar.
Indonesia berharap penunjukan Prak Sokhonn akan mempercepat proses implementasi lima poin konsensus. "Menurut Indonesia sendiri, (lima poin konsensus) itu adalah satu-satunya saat ini isntrumen yang bisa terus kita dorong agar kita dapat segera mengembalikan demokrasi di Myanmar," ujar Rizal.
DK PBB Dukung Kerja Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar
Selain itu, lanjut Rizal pernyataan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang juga dirilis Rabu (2/2) menyebutkan Dewan Keamanan mendukung proses kerja dari Utusan Khusus ASEAN Untuk Myanmar.
BACA JUGA: Myanmar Akan Peringati Satu Tahun Kudeta Berdarah di Bawah Kekuasaan MiliterMiliter Myanmar yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing menumbangkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada 1 Februari tahun lalu. Ratusan aktivis prodemokrasi termasuk Suu Kyi dan pimpinan partainya, NLD (Liga Nasional Untuk Demokrasi) ditahan. Lebih dari seribu orang tewas dalam berbagai bentrokan antara militer dan pengunjuk rasa anti-kudeta.
Sinyal pada Junta Myanmar
Peneliti ASEAN dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pandu Prayoga menjelaskan keputusan Kamboja untuk tidak mengundang wakil dari junta dalam pertemuan retreat para menteri luar negeri ASEAN pertengahan bulan ini merupakan sinyal kepada junta Myanmar untuk melaksanakan lima poin konsensus.
BACA JUGA: Beda Sikap Soal Myanmar, Pertemuan Menlu ASEAN Ditunda"Untuk mengakomodir topiknya Kamboja karena sebagai ketua (ASEAN) tapi juga sekaligus melanjutkan apa yang sudah dilakukan di tahun sebelumnya, mengundang perwakilan Myanmar tetapi bukan dari junta," ujar Pandu.
Namun Pandu menilai kebijakan tidak mengundang pihak junta tidak menjadi jaminan bahwa Myanmar akan tunduk pada lima poin konsensus ASEAN. Meskipun hal ini merupakan kemajuan karena berarti ASEAN konsisten dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Pandu menilai momentum untuk menyelesaikan krisis politik di Kamboja sudah sirna karena implementasi lima poin konsensus dan penunjukan utusan khusus berjalan lambat.
Dampak pada ASEAN
Tidak diundangnya junta militer Myanmar dalam pertemuan-pertemuan ASEAN dapat dilihat dari dua sisi, yakni hubungan antara Myanmar dengan ASEAN dan relasi Myanmar dengan pihak luar terutama China.
BACA JUGA: Setahun pasca Kudeta Militer, Rakyat Myanmar Terus MelawanDampak kedua ini dapat membuat Myanmar lebih dekat lagi pada China dan akan sangat mempengaruhi hubungan Myanmar dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Kalau China mendukung Myanmar maka junta akan merasa posisi mereka aman-aman saja sebagai penguasa meski tidak disukai oleh ASEAN. Kalau Myanmar makin dekat dengan China maka ASEAN harus bekerjasama dengan China untuk menyelesaikan krisis politik di Myanmar, tukas Pandu.[fw/em]