Perubahan-perubahan yang mengejutkan dalam hirarki militer Korea Utara nampaknya agak meresahkan para pejabat di Korea Selatan.
Korea Selatan mengakui meningkatkan kesiapsiagaan pasukannya. Kim Min-seok, juru bicara pada Kementerian Pertahanan Nasional Korea Selatan, mengatakan, kondisi kesiapsiagaan “agak ditingkatkan” dan militer “menganalisis secara berhati-hati apa yang sedang terjadi di Korea Utara” setelah berbagai pengumuman mengejutkan dari Korea Utara minggu ini.
Kim menambahkan bahwa pembicaraan sedang dilakukan mengenai apa saja yang harus dipersiapkan pasukan Korea Selatan, terkait dengan berita-berita perubahan itu dan apa yang sedang dilakukan Korea Utara.
Perubahan pangkat dan personil yang diumumkan di Korea Utara oleh negara terkucil itu menjadi berita besar dan menimbulkan spekulasi luas dalam beberapa hari terakhir ini.
Panglima Angkatan Bersenjata Marsekal Madya Ri Yong Ho, dicopot dari semua jabatannya. “Menderita sakit” adalah alasan yang diberikan dalam pengumuman hari Senin itu, yang menyebutkan, keputusan itu dilakukan pada pertemuan mendadak biro politik komite pusat partai pekerja.
Sehari kemudian dikeluarkan pengumuman bahwa Jenderal Hyon Yong Chol yang tidak terlalu dikenal menggantikan Ri.
Kejutan lainnya terjadi lagi hari Rabu ketika Kim Joung Un diumumkan sebagai panglima angkatan bersenjata Korea Utara.
Ri, yang juga adalah kepala staf angkatan bersenjata, awal bulan lalu mengeluarkan ultimatum menentang Korea Selatan. Ia menyatakan, Korea Selatan akan mengahadapi “perang tanpa belas kasihan” jika tidak meminta maaf atas penghinaan-penghinaan yang dilancarkannya.
Sebulan sebelum ancaman itu, Korea Utara mengumumkan pihaknya mempersiapkan “operasi khusus” terhadap Korea Selatan.
Profesor Kim Yeon-soo pada Universitas Pertahanan Nasional Korea Selatan mengatakan pemerintah Korea Selatan bereaksi lebih berhati-hati daripada beberapa tahun belakangan.
Ia mengatakan peningkatan kondisi siap siaga sejalan dengan pengamatan pemerintah Korea Selatan yang lebih seksama atas kegiatan di Korea Utara sejak tenggelamnya kapal angkatan laut Cheonan dan penembakan pulau Yeongpyeong, yang keduanya terjadi tahun 2010.
Sebagian analis berpendapat perebutan kekuasaan internal mungkin yang sekarang sedang berlangsung di Korea Utara. Analis lainnya menyangkal hal itu, dan mengatakan, semua ini mungkin tidak lebih dari seorang pemimpin muda yang secara-berhati-hati menunjukkan kekuasaannya kepada seluruh aparatur negara.
Profesor Kim mengatakan sulit membuat kesimpulan apa pun karena tidak ada bukti mengenai konflik internal.
Kim menambahkan bahwa pembicaraan sedang dilakukan mengenai apa saja yang harus dipersiapkan pasukan Korea Selatan, terkait dengan berita-berita perubahan itu dan apa yang sedang dilakukan Korea Utara.
Perubahan pangkat dan personil yang diumumkan di Korea Utara oleh negara terkucil itu menjadi berita besar dan menimbulkan spekulasi luas dalam beberapa hari terakhir ini.
Panglima Angkatan Bersenjata Marsekal Madya Ri Yong Ho, dicopot dari semua jabatannya. “Menderita sakit” adalah alasan yang diberikan dalam pengumuman hari Senin itu, yang menyebutkan, keputusan itu dilakukan pada pertemuan mendadak biro politik komite pusat partai pekerja.
Sehari kemudian dikeluarkan pengumuman bahwa Jenderal Hyon Yong Chol yang tidak terlalu dikenal menggantikan Ri.
Kejutan lainnya terjadi lagi hari Rabu ketika Kim Joung Un diumumkan sebagai panglima angkatan bersenjata Korea Utara.
Ri, yang juga adalah kepala staf angkatan bersenjata, awal bulan lalu mengeluarkan ultimatum menentang Korea Selatan. Ia menyatakan, Korea Selatan akan mengahadapi “perang tanpa belas kasihan” jika tidak meminta maaf atas penghinaan-penghinaan yang dilancarkannya.
Sebulan sebelum ancaman itu, Korea Utara mengumumkan pihaknya mempersiapkan “operasi khusus” terhadap Korea Selatan.
Profesor Kim Yeon-soo pada Universitas Pertahanan Nasional Korea Selatan mengatakan pemerintah Korea Selatan bereaksi lebih berhati-hati daripada beberapa tahun belakangan.
Ia mengatakan peningkatan kondisi siap siaga sejalan dengan pengamatan pemerintah Korea Selatan yang lebih seksama atas kegiatan di Korea Utara sejak tenggelamnya kapal angkatan laut Cheonan dan penembakan pulau Yeongpyeong, yang keduanya terjadi tahun 2010.
Sebagian analis berpendapat perebutan kekuasaan internal mungkin yang sekarang sedang berlangsung di Korea Utara. Analis lainnya menyangkal hal itu, dan mengatakan, semua ini mungkin tidak lebih dari seorang pemimpin muda yang secara-berhati-hati menunjukkan kekuasaannya kepada seluruh aparatur negara.
Profesor Kim mengatakan sulit membuat kesimpulan apa pun karena tidak ada bukti mengenai konflik internal.