Militer Myanmar kehilangan sumber pemasukan. Total, perusahaan minyak Perancis, Rabu (26/5), mengatakan pembayaran tunai untuk perusahaan patungan dengan militer telah dihentikan akibat kekacauan di negara itu.
Total ditekan aktivis prodemokrasi “agar berhenti mendanai junta” sejak kudeta militer pada Februari yang disusul dengan penumpasan brutal terhadap pembangkangan sipil. Lebih dari 800 orang tewas oleh militer, menurut kelompok pemantau dalam negeri.
Total mengatakan keputusan menghentikan pembayaran dibuat dalam pertemuan pemegang saham pada 12 Mei dari Moattama Gas Transportation Company, MGTC, joint-venture yang memiliki jaringan pipa yang menghubungkan lapangan gas Yadana dengan Thailand. Penghentian pembayaran diusulkan Total yang memiliki penyertaan saham 31 persen dalam MGTC. Mitranya dari Amerika, Chevron memiliki 28 persen. Perusahaan Thailand PTTEP memiliki 25 persen sedangkan 15 persen dimiliki BUMN Myanmar, Myanmar Oil and Gas Enterprise.
BACA JUGA: Demonstran Myanmar Imbau Perusahaan-perusahaan Asing Tak Bayar Pajak“Mengingat konteks ketidakstabilan di Myanmar, distribusi tunai kepada para pemegang saham perusahaan itu telah dihentikan” efektif mulai 1 April. Total “mengecam kekerasan dan pelecehan HAM di Myanmar” dan akan mematuhi sanksi terhadap junta dari Uni Eropa atau Amerika.”
Total pada 2019 membayar sekitar $230 juta kepada penguasa Myanmar, dan $176 pada 2020 dalam bentuk pajak dan hak produksi, menurut laporan finansial perusahaan itu.
Harian Perancis Le Monde memerinci keterlibatan Total di MGTC pada awal Mei. “Keuntungan besar dari operasi gas alam itu tidak disalurkan ke pemerintahan Myanmar, tetapi sebagian besar diambil perusahaan yang dikendalikan seluruhnya oleh militer,” lapor Le Monde. [jm/ka]