Perusahaan Israel Pindah, Warga Palestina Kehilangan Pekerjaan

Para pekerja mengepak produk pada pabrik SodaStream di Maale Adumim, Tepi Barat (foto: dok). SodaStream pindah dari Tepi Barat ke Israel dan memberhentikan para pekerja Palestina.

Beberapa bisnis Israel meninggalkan wilayah Palestina yang diduduki Israel, karena tekanan dari seluruh dunia dan kampanye boikot yang dipimpin Palestina.

Sebuah perusahaan Israel yang memproduksi perangkat untuk membuat minuman soda di rumah, terpaksa memberhentikan pekerja Palestina setelah perusahaan itu pindah dari Tepi Barat ke Israel, karena pemerintah Israel menolak memberi pekerja Palestina itu izin kerja.

Beberapa bisnis Israel meninggalkan wilayah yang diduduki Israel, karena tekanan dari seluruh dunia dan kampanye boikot yang dipimpin Palestina. Namun, Palestina tidak selalu mendapat keuntungan dari pindahnya perusahaan Israel itu.

Pabrik SodaStream di kota Levahim di Israel Selatan, terpaksa memberhentikan 74 pegawai Palestinanya hari Senin (29/2). Mereka menjadi pegawai di sana setelah pabrik di Tepi Barat itu ditutup bulan Oktober tahun lalu.

"Tidak ada harapan di Palestina. Hanya ada sedikit lapangan kerja, di sana kami tidak bahagia seperti di sini,” kata Anas Abdul Wadud, seorang pekerja Palestina.

Menejemen perusahaan itu mengatakan, akan menentang keputusan pemerintah.

"Kalau pemerintah Israel tidak mengijinkan warga Palestina mendapat pekerjaan, saya akan memindahkan pabrik saya ke Palestina. Ini bukan ancaman," ujar Daniel Birnbaum, CEO SodaStream.

Perusahaan itu tadinya mempekerjakan sekitar 500 orang Palestina di pabriknya di Tepi Barat, tetapi memutuskan untuk menutup pabrik itu, setelah seruan boikot yang dipimpin Palestina terhadap produk-produk Israel terbukti efektif.

Seorang anggota DPR Palestina, Mustafa Barghouti mengatakan, “Boikot itu merupakan salah satu bentuk perlawanan rakyat Palestina yang paling damai dan tanpa kekerasan untuk mencapai kebebasan, keadilan dan perdamaian. Boikot ini tidak menentang orang-orang Yahudi atau Israel, tapi untuk melawan apartheid, melawan pendudukan, menentang kebijakan pemerintah Israel yang mencegah perdamaian di sini. Dan seperti kampanye anti-apartheid di Afrika Selatan yang berhasil, pada suatu waktu nanti, akan berhasil pula di Palestina."

Gerakan itu punya pendukung di seluruh dunia. Uni Eropa tahun lalu menerapkan sebuah peraturan pe-labelan yang mengharuskan perusahaan-perusahaan Israel secara jelas mengatakan produknya, dibuat di wilayah-wilayah yang didudukinya.

Pemerintah Israel menyebut gerakan seperti itu anti-Semitik dan melancarkan kampanye sendiri untuk melawannya, termasuk upaya membawa selebriti Amerika ke Israel.

Bahkan beberapa kelompok Yahudi mendukung tekanan ekonomi terhadap Israel supaya menghentikan pembangunan pemukiman. Tapi bulan lalu, pemerintah Inggris melarang boikot oleh pemerintah terhadap barang-barang buatan Israel, dan ini memperkuat perlawanan Israel terhadap kampanye boikot internasional pimpinan Palestina. [ps/ii]