Pestisida Ancam Reputasi Thailand sebagai Pengekspor Makanan

Petani menyemprot air dan pestisida di sawah. (Foto: Dok)

Beberapa uji residu pestisida meningkatkan kekhawatiran akan keamanan beras dan produk pertanian lainnya dari Thailand.
Thailand telah lama dikenal sebagai pemimpin dalam ekspor beras dan produk pertanian lainnya. Namun beberapa uji residu pestisida meningkatkan kekhawatiran apakah produk makanan tersebut aman.

Di daerah pegunungan Thailand utara, pekerja pertanian seperti Inson menghadapi tekanan terus menerus untuk memproduksi hasil panen optimum untuk para klien di luar negeri.

Banyak perusahaan pertanian yang bergantung pada pestisida dan pupuk impor untuk memenuhi permintaan. Namun meski bahan kimia tersebut tersedia secara luas, banyak pekerja yang tidak yakin bagaimana menggunakannya dengan aman.

“Produk-produk pestisida datang dari luar negeri, jadi kita hanya menggunakannya tanpa mengetahui informasi apapun. Terlalu mudah untuk membelinya. Saya tidak paham jika produk tersebut memiliki dampak-dampak samping negatif,” ujar petani Thailand, Inson Meung-Kaew.

Ambisi Thailand untuk meningkatkan hasil pertaniannya telah mendorong penggunaan bahan agrokimia yang meningkat tiga kali lipat dalam dekade terakhir. Penggunaannya sekarang menyaingi negara-negara tetangga seperti Tiongkok dan India, dimana penyalahgunaan pestisida telah terdokumentasikan dengan baik.

Sekarang ini, bahkan di Thailand sendiri ada kekhawatiran mengenai bagaimana bahan kimia tersebut mempengaruhi keamanan pangan.

Peringatan yang berulang dari Uni Eropa, yang mengancam akan melarang beberapa produk dari Thailand, telah menyebabkan pemerintah Thailand menghentikan ekspor tahun lalu, dengan janji akan membersihkan industri.

Banyak kelompok pengawas tidak yakin bahwa kepentingan konsumen, baik lokal maupun di luar negeri, diperhatikan dengan baik.

Beberapa uji yang dilakukan beberapa bulan terakhir ini menunjukkan tingkat residu racun yang mengkhawatirkan dalam berbagai produk makanan di pasaran, termasuk bahan kimia penyebab kanker yang dilarang di beberapa negara.

Gae Supab, kepala Bio Thai yang mempelajari praktik-praktik pertanian di Thailand, mengatakan bahwa tidak ada pengawasan yang benar untuk membatasi bahan kimia tersebut pada tahap awal pembuatan komoditas tersebut.

“ Selain itu, kita tidak memiliki sistem yang benar menyangkut penggunaan, serta pelatihan dan pendidikan untuk membatasi penggunaan secara benar,” ujarnya.

Sementara itu, departemen kesehatan Thailand telah mengadakan tes darah pada masyarakat pertanian, untuk mengawasi tingkat organofosfat, atau bahan aktif yang biasa ditemukan dalam banyak pestisida.

Hasilnya membuat banyak yang berpikir mengenai masalah kesehatan di masa depan yang mungkin mereka hadapi, ujar Dr. Au Chamlong.

“Saat ini, banyak petani dan konsumen memiliki risiko memiliki pestisida di tubuh mereka. Banyak dari petani yang menggunakan pestisida untuk menyemprot tanaman. Konsumen akan mencerna pestisida dengan memakan sayuran dan buah-buahan dari tempat-tempat pertanian tersebut,” tuturnya.

Seiring promosi pemerintah dengan menamakan Thailand sebagai ‘dapur dunia,’ para kritik mengatakan bahwa perombakan peraturan dan pembatasan yang serius harus ditekankan supaya reformasi dilakukan secara benar, melindungi konsumen dan pekerja pertanian dari bahan kimia yang berbahaya. (VOA/Steve Sandford)