Petani AS Ingin 'Perdagangan Bukan Bantuan'

  • Kane Farrabaugh

Petani AS memeriksa tanaman kedelainya di Minooka, Illinois (foto: dok).

Sejak Mei, harga kedelai per gantang turun hampir 20 persen akibat meningkatnya perang dagang antara Amerika dan China. Tarif impor mengancam akan memangkas pasar ekspor penting para petani AS, selain juga memotong keuntungan para petani yang sudah lima tahun mengalami penurunan pendapatan.

Meskipun ada rencana paket bantuan besar-besaran oleh pemerintahan Trump, yang paling diinginkan oleh para petani adalah akses yang bisa diandalkan untuk menjual produk pertanian mereka ke pasar-pasar terbesar dunia.

Ladang kedelai yang tumbuh dan subur di lahan pertanian Fred Grieder di Illinois menyambut hampir setiap tahun, menunjukkan panen yang menjanjikan di musim gugur.

Tapi tarif impor mengalihkan pelanggan potensial di luar negeri, dan Grieder memperkirakan ia bisa kehilangan sekitar 100 dolar per hektar, jika perang dagang terus berlanjut.

"Ini tekanan," keluh Fred Grieder, seorang petani di Illinois.

Sebuah tekanan yang diakui oleh pemerintah Trump, mendorong Departemen Pertanian AS untuk merencanakan paket bantuan senilai 12 miliar dolar untuk membantu petani seperti Fred Grieder.

“Jika kita mengambil 12 miliar dolar, dengan asumsi itu semua akan diberikan kacang-kacangan, yang mana tidak akan demikian, dan membaginya dengan lahan kami yang tanam itu sekitar 14 dolar per hektar," tambah Fred.

Bukan berarti Fred Grieder tidak bersyukur. Ia hanya lebih suka "perdagangan dari pada bantuan."

Baca juga: AS Siapkan $12 Milyar bagi Petani yang Terkena Dampak Sengketa Dagang dengan China

"Kami menghargai fakta bahwa USDA khawatir mengenai kami, dan ingin membantu, tetapi kenyataannya adalah angka, dalam perang dagang besar seperti ini, terlampau besar," imbuhnya.

“Ini bukan bencana alam; ini bencana buatan manusia. Bukan tindakan Tuhan. Sebagian akan menyebutnya sebagai tindakan bodoh,” kata Mark, dari Asosiasi Kedelai Illinois.

Mark Albertson adalah direktur Pengembangan Pasar Strategis Asosiasi Kedelai Illinois. Ia mengatakan perselisihan perdagangan dengan China adalah ancaman yang lebih besar bagi para petani daripada kekeringan tahun 2012.

“Kita punya mekanisme untuk menghadapi hal itu, dan kita selalu tahu tahun berikutnya kita bisa menanam kembali tanaman dan berharap yang terbaik. Dalam hal ini, kita tidak tahu. Kita tidak tahu apa dampaknya tahun depan. Kita pasti berharap perang dagang akan segera berlalu dan tampaknya Brasil sangat bersemangat mengambil pangsa pasar kita dengan China,” tambah Mark.

Yang menjadi kekhawatiran terbesar petani seperti Fred Grieder.

“Bukan hanya konsekuensi jangka pendek. Brazil, salah satu pesaing terbesar kita, mereka selalu berkembang, sehingga ini bisa mempengaruhi pasar kita di masa mendatang, dan saya mungkin lebih mengkhawatirkan hal itu daripada kerugian di sini,” ungkapnya.

Petani AS khawatir akan kehilangan sekitar 100 dolar hektar, jika perang dagang AS-China berlanjut (foto: ilustrasi).

Tantangan lainnya adalah apa yang harus dilakukan dengan kedelai yang tidak bisa dijual.

"Tampaknya kita mungkin akan menyimpan kedelai dalam jumlah menjcapai rekor dan ketika itu terjadi, kita tahu dari pengalaman harga akan turun," tukas Mark.

Untuk saat ini, rutinitas Grieder tetap sama. Ia mengharapkan permintaan global yang kuat untuk kedelai di luar China akan menebus turunnya harga, dan menunggu apakah taktik perdagangan Presiden Donald Trump akan berhasil sebelum kerugian permanen terhadap reputasi dan keandalan produk biji-bijian AS.

“Saya mendukung upaya yang dilakukannya. Saya tidak bisa mengatakan saya mendukung metodenya,” ujar Fred lagi.

Metode-metode yang bisa menciptakan ketidakpastian yang lebih besar dan keuntungan yang lebih kecil bagi para petani AS. [my]