Pil KB Rayakan Hari Jadi ke-60

Dosis satu bulan pil KB hormonal, Sacramento, California, 26 Agustus 2016. (Foto: AP)

Badan Urusan Pangan dan Obat-Obatan Amerika (FDA) pada 9 Mei 1960 menyetujui alat kontrasepsi oral yang diproduksi secara komersil untuk pertama kalinya di dunia. Kehadiran alat pencegah kehamilan, yang dikenal dengan nama “The Pill,” dipuji oleh para pendukungnya sebagai suatu langkah yang “revolusioner.”

Tetapi 60 tahun kemudian, kurangnya akses pada alat kontrasepsi ini dan banyaknya metode pencegahan kehamilan lainnya di dunia telah menghambat apa yang diharapkan banyak orang sebagai pil yang ajaib bagi hak-hak reproduksi perempuan.

Satu butir pil KB yang diminum setiap hari memberi kendali penuh pada perempuan jika dan saat hubungan seks dimaksudkan sebagai reproduksi.

“Pada dasarnya pil KB ini mengubah seluruh lintasan hak-hak perempuan dan menempatkan kendali di tangan perempuan, serta memicu revolusi sosial dan ekonomi," kata Direktur Eksekutif Planned Parenthood Global Monica Kerrigan.

BACA JUGA: Hanya 5 Persen Laki-Laki Ikut KB, Mengapa?

Pada tanggal 9 Mei 1960, FDA menyetujui kontrasepsi oral pertama yang diproduksi secara komersil. Tidak seperti bentuk kontrasepsi lain yang tersedia ketika itu, pil KB tersebut menawarkan sesuatu yang berbeda, yang tidak memerlukan partisipasi laki-laki.

“Kemampuan mengendalikan kesuburan sendiri menjadi semacam faktor revolusioner yang benar-benar mengubah, misalnya, dinamika kekuatan dalam perkawinan, fakta bahwa perempuan dapat secara diam-diam minum pil KB yang memungkinkan mereka mengendalikan sendiri kesuburan rahimnya," kata pakar hukum di Northeastern University Aziza Ahmed.

Salah satu kasus yang menunjukkan hal ini terjadi di bagian utara Afghanistan, ketika seorang perempuan muda yang datang ke sebuah fasilitas KB dengan izin suaminya, memilih mengkonsumsi pil KB.

Menurut PBB, pil KB yang kini dikonsumsi oleh lebih dari 150 juta orang di seluruh belahan dunia, telah menjadi metode kontrasepsi terkemuka sekarang ini.

Meskipun demikian sejak diperkenalkan pada tahun 1960, pil KB tetap kontroversial dan memicu tentangan berdasarkan alasan moral dan agama, di Amerika dan seluruh dunia.

Seorang wanita memegang paket pil kontrasepsi, di Harare, Kamis, 9 April 2020. (Foto: AP/Tsvangirayi Mukwazhi)

“Gereja Katholik secara historis memang menentang penggunaan alat-alat pencegah kehamilan, dan bahkan kondom, yang menjadi masalah besar dalam krisis AIDS," kata Aziza.

Hal lain yang menggembirakan dengan keberadaan pil KB ini adalah memberdayakan perempuan untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan mengatasi kemiskinan yang seringkali dipenuhi oleh kenyataan berbeda bahwa keputusan perempuan kerap dibatasi oleh latar belakang budaya, politik atau agama mereka.

“Jika seorang perempuan berkonsultasi dengan suaminya dan ditawari alat kontrasepsi gratis, ia mungkin akan memilih kontrasepsi itu. Tetapi apa yang dilakukan dengan alat kontrasepsi itu setelah konsultasi tersebut mungkin lebih tergantung pada keinginan suaminya," kata Wakil Presiden Program Internasional di Population Reference Bureau, Barbara Seligman.

Kurangnya akses dan ketersediaan klinik atau penyedia layanan kesehatan menjadi tantangan lain.

“Salah satu tantangan penggunaan pil KB di negara-negara berkembang adalah ini merupakan metode yang sulit. Jika Anda tidak minum satu pil, ada protokol tertentu yang harus diikuti. Jika terjadi sesuatu dan Anda tidak dapat memperoleh pil KB, lalu tidak minum selama satu minggu, apa yang harus dilakukan?” kata Barbara.

BACA JUGA: Dampak Pandemi Covid-19 Bagi Program KB di Indonesia

Menurut Planned Parenthood, ada 230 juta perempuan di seluruh dunia yang ingin menggunakan alat kontrasepsi tetapi tidak memiliki akses.

“Masih ada begitu banyak perempuan di Afrika, Asia dan Amerika Latin yang tidak memiliki akses, khususnya kelompok perempuan muda, remaja putri yang melakukan hubungan seksual tetapi tidak dapat melindungi diri mereka," kata Barbara.

Dalam peringatan tahun ini, masa depan pil KB dan bentuk kontrasepsi lainnya masih terus menjadi perdebatan di Amerika. Mahkamah Agung Amerika sedang mempertimbangkan argumen apakah pengusaha yang memiliki keberatan –secara moral- terhadap alat pencegah kehamilan, boleh menolak pertanggungjawaban asuransi alat kontrasepsi bagi karyawan mereka.

Sejumlah aktivis menilai ketika penggunaan alat kontrasepsi di seluruh dunia sedang meningkat, fenomena di Amerika ini suatu ironi. [em/lt]