PM Inggris Boris Johnson hari Rabu (14/10) menolak seruan oposisi politiknya untuk memberlakukan lockdown secara nasional untuk menghentikan penyebaran COVID-19, namun perdana menteri Inggris itu tidak memberlakukan aturan pembatasan apapun.
Pada Selasa (13/10), Keir Starmer pemimpin oposisi Partai Buruh, menyerukan tiga minggu lockdown berdasarkan saran dari Kelompok Penasihat Ilmiah untuk Keadaan Darurat Inggris (SAGE)). Organisasi itu menyatakan jika gagal melakukannya maka akan menimbulkan ‘konsekuensi bencana besar.’
Starmer menjelaskan pendekatan regional Johnson atas sejumlah aturan pembatasan tidak berhasil.
BACA JUGA: Pemimpin Inggris Desak Lockdown Tiga MingguKepada para anggota Parlemen, Johnson mengemukakan akan tetap berpegang pada pendekatan lokal dan regional yang diumumkan pada Senin lalu, menggunakan sistem tiga tingkatan berdasarkan status infeksi COVID-19 di wilayah tertentu. Kota-kota dengan peringkat siaga sedang, tinggi atau sangat tinggi harus menerapkan aturan pembatasan yang diperlukan.
Liverpool menjadi wilayah pertama dalam kategori tertinggi, yang mengharuskan penutupan sejumlah bar, gym, dan bisnis lainnya, dengan kemungkinan selama berbulan-bulan.
Dalam sebuah argumentasi dengan Starmer, Johnson menunjukkan bahwa pemimpin oposisi mendukung pendekatan pemerintah baru-baru ini pada Senin lalu. Starmer menegaskan dukungannya terhadap semua langkah pemerintah hingga saat ini, namun berpandangan bahwa lockdown untuk memutus rantai infeksi COVID-19 penting bagi keamanan nasional.
Kepada Parlemen Inggris, Menteri Keuangan Rishi Sunak meyakini lockdown kedua secara nasional akan berdampak besar pada kondisi sosial ekonomi yang dapat merusak perekonomian Inggris secara permanen.
Sementara itu, Irlandia Utara, yang berada di luar sistem tingkatan berdasarkan status infeksi COVID-19, mengumumkan pemberlakuan aturan yang ketat menjelang musim panas, penutupan restoran dan sekolah. Irlandia Utara memiliki tingkat infeksi virus corona tertinggi di Inggris. [mg/lt]