PM Irak Didesak Mundur Setelah 12 Demonstran Tewas 

Para pengunjuk rasa Irak berdiri di tembok dalam demonstrasi anti-pemerintah dekat gedung pemerintahan di Basra, Irak, 7 September 2018.

Dua kelompok besar peserta pemilu di Irak, Sabtu (8/9), menyerukan kepada Perdana Menteri Haider al-Abadi agar mengundurkan diri.

Desakan agar al-Abadi mundur muncul setelah DPR mengadakan sidang darurat membahas kerusuhan di Basra yang menewaskan setidaknya 12 orang tewas dalam beberapa hari terakhir. Kerusuhan berawal dari unjuk rasa yang memprotes layanan masyarakat yang buruk, tingkat pengangguran yang tinggi dan korupsi.

“Kami menuntut pemerintah agar minta maaf dan segera mengundurkan diri,” kata Hassan al-Aqouili, sekretaris jenderal Koalisi Sairoon mengatakan setelah sidang darurat itu.

Koalisi itu terdiri dari Koalisi Penaklukan dan Sairoon, dua pemenang pemilihan anggota DPR belum lama ini.

Al-abadi mengakui adanya kerusuhan yang telah mencekam Basra, tapi menyebut kerusuhan itu sebagai “sabotase politik”. Dia juga menyatakan bahwa keluhan tentang buruknya layanan masyarakat telah dimanfaatkan demi keuntungan politik.

Kantor berita Perancis AFP melaporkan bahwa aksi-aksi protes minggu ini pecah setelah 30 ribu orang yang terpaksa dirawat di rumah sakit karena minum air yang tercemar di Basra.

Kerusuhan itu telah memaksa Kementerian Dalam Negeri untuk menerapkan jam malam di Basra.

Seorang pejabat di bandara Basra mengatakan tiga roket Katyushka buatan Russia menghantam pinggiran bandara itu pada Sabtu pagi, tapi tidak ada laporan mengenai korban. Tidak ada orang atau kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, dan operasi bandara tetap berjalan seperti biasa.

Pada Jumat (7/9), ratusan demonstran di Basra menyerbu konsulat Iran di kota itu dan membakarnya sambil menyerukan “Iran keluar dan Bebaskan Irak.”

Berbagai sumber mengatakan bahwa penduduk di kota yang penduduknya sebagian besar warga Syiah menuduh partai-partai politik yang didukung Iran mengadakan campur tangan dalam urusan dalam negeri Irak.

Media Arab melaporkan bahwa Iran telah menutup perbatasannya dengan Irak setelah serangan atas konsulatnya dan mendesak warga Iran agar meninggalkan Basra dengan segera. [ii]