PM Rusia Dmitry Medvedev hari Senin (31/3) memimpin delegasi pejabat Rusia untuk menghadiri pertemuan pembangunan di Krimea.
KYIV, UKRAINA —
Perdana Menteri Rusia, Dmitry Medvedev melakukan kunjungan kejutan ke Krimea hanya beberapa hari setelah Rusia mencaplok wilayah itu dari Ukraina. Pemerintah Ukraina mengecam lawatan yang dilakukan sementara pasukan Rusia mulai menarik diri dari perbatasan Ukraina pasca ketegangan militer selama beberapa pekan.
Medvedev hari Senin (31/3) memimpin sebuah delegasi menteri Rusia ke Krimea. Ini merupakan lawatan tingkat tertinggi oleh seorang pemimpin Rusia sejak Moskow merebut wilayah itu awal bulan ini dari Ukraina.
Tindakan-tindakan Rusia dan peningkatan militer di sepanjang perbatasan Ukraina menimbulkan kecemasan di Eropa dan Amerika, dan menambah kekhawatiran mengenai kemungkinan pecahnya kembali Perang Dingin antara Barat dan Timur.
Tetapi hari Senin pasukan Rusia mulai ditarik mundur dari perbatasan, meskipun pejabat-pejabat di Ukraina tetap waspada.
Penjabat Presiden Ukraina Oleksandr Turchynov berbicara di sebuah unit pelatihan pasukan garda nasional di luar Kyiv mengatakan.
Turchynov mengatakan Ukraina akan menyediakan anggaran yang signifikan bagi pasukan militer dan garda nasional untuk melindungi negara itu. Jika mereka tidak melakukan hal ini – ujarnya – harapan akan adanya bantuan eksternal apapun menjadi tidak masuk akal. Ia menambahkan Ukraina harus memiliki militer dan pasukan garda nasional yang kuat sehingga mereka bisa menanggapi setiap agresi apapun dengan tegas.
Rusia menduduki Krimea pasca referendum yang kontroversial tanggal 16 Maret lalu.
Ukraina, Amerika dan Uni Eropa menyebut tindakan Rusia terhadap Krimea itu tidak sah dan membahayakan stabilitas.
Rusia mengklaim tindakan itu untuk melindungi mayoritas penduduk Rusia di Krimea dari penindasan oleh kelompok nasionalis di Ukraina.
Hari Jumat lalu, PBB – dengan hasil suara 100 banding 11 –memutuskan untuk mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa referendum di Krimea itu tidak sah.
Di Simferopol, ibukota Krimea – yang terletak di Semenanjung Laut Hitam – Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev berjanji kepada rakyat Krimea bahwa mereka akan memperoleh manfaat dengan berada di bawah kepemimpinan Rusia. Ia mengumumkan rencana untuk meningkatkan tunjangan sosial, transportasi dan infrastruktur. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah Rusia akan mengurangi prosedur administrasi guna menarik para investor.
Medvedev mengatakan tujuannya adalah untuk menjadikan semenanjung itu sebagai kawasan yang semenarik mungkin bagi investor, sehingga memiliki cukup pendapatan untuk pembangunannya sendiri. Hal itu mungkin – ujarnya. Medvedev menambahkan Rusia telah mempertimbangkan seluruh hal ini dan karenanya memutuskan untuk menciptakan zona ekonomi khusus di Krimea.
Kementerian Luar Negeri Ukraina mengecam lawatan itu sebagai “pelanggaran terang-terangan” norma-norma internasional.
Armada Laut Hitam Rusia ditempatkan di Krimea dimana selama dua pekan terakhir pasukan Rusia mengepung dan mengusir pasukan Ukraina.
Etnis Tatar-Krimea hari Sabtu mengumumkan rencana untuk melakukan pemungutan suara guna memilih otonomi bagi kawasan itu. Kelompok Muslim minoritas ini ketika berada di bawah Rusia menderita dan diusir oleh pemimpin Uni Sovyet – ketika itu – Joseph Stalin.
Medvedev hari Senin (31/3) memimpin sebuah delegasi menteri Rusia ke Krimea. Ini merupakan lawatan tingkat tertinggi oleh seorang pemimpin Rusia sejak Moskow merebut wilayah itu awal bulan ini dari Ukraina.
Tindakan-tindakan Rusia dan peningkatan militer di sepanjang perbatasan Ukraina menimbulkan kecemasan di Eropa dan Amerika, dan menambah kekhawatiran mengenai kemungkinan pecahnya kembali Perang Dingin antara Barat dan Timur.
Tetapi hari Senin pasukan Rusia mulai ditarik mundur dari perbatasan, meskipun pejabat-pejabat di Ukraina tetap waspada.
Penjabat Presiden Ukraina Oleksandr Turchynov berbicara di sebuah unit pelatihan pasukan garda nasional di luar Kyiv mengatakan.
Turchynov mengatakan Ukraina akan menyediakan anggaran yang signifikan bagi pasukan militer dan garda nasional untuk melindungi negara itu. Jika mereka tidak melakukan hal ini – ujarnya – harapan akan adanya bantuan eksternal apapun menjadi tidak masuk akal. Ia menambahkan Ukraina harus memiliki militer dan pasukan garda nasional yang kuat sehingga mereka bisa menanggapi setiap agresi apapun dengan tegas.
Rusia menduduki Krimea pasca referendum yang kontroversial tanggal 16 Maret lalu.
Ukraina, Amerika dan Uni Eropa menyebut tindakan Rusia terhadap Krimea itu tidak sah dan membahayakan stabilitas.
Rusia mengklaim tindakan itu untuk melindungi mayoritas penduduk Rusia di Krimea dari penindasan oleh kelompok nasionalis di Ukraina.
Hari Jumat lalu, PBB – dengan hasil suara 100 banding 11 –memutuskan untuk mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa referendum di Krimea itu tidak sah.
Di Simferopol, ibukota Krimea – yang terletak di Semenanjung Laut Hitam – Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev berjanji kepada rakyat Krimea bahwa mereka akan memperoleh manfaat dengan berada di bawah kepemimpinan Rusia. Ia mengumumkan rencana untuk meningkatkan tunjangan sosial, transportasi dan infrastruktur. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah Rusia akan mengurangi prosedur administrasi guna menarik para investor.
Medvedev mengatakan tujuannya adalah untuk menjadikan semenanjung itu sebagai kawasan yang semenarik mungkin bagi investor, sehingga memiliki cukup pendapatan untuk pembangunannya sendiri. Hal itu mungkin – ujarnya. Medvedev menambahkan Rusia telah mempertimbangkan seluruh hal ini dan karenanya memutuskan untuk menciptakan zona ekonomi khusus di Krimea.
Kementerian Luar Negeri Ukraina mengecam lawatan itu sebagai “pelanggaran terang-terangan” norma-norma internasional.
Armada Laut Hitam Rusia ditempatkan di Krimea dimana selama dua pekan terakhir pasukan Rusia mengepung dan mengusir pasukan Ukraina.
Etnis Tatar-Krimea hari Sabtu mengumumkan rencana untuk melakukan pemungutan suara guna memilih otonomi bagi kawasan itu. Kelompok Muslim minoritas ini ketika berada di bawah Rusia menderita dan diusir oleh pemimpin Uni Sovyet – ketika itu – Joseph Stalin.