PM Thailand Dibebaskan dari Tuduhan Pelanggaran Etika

PM Thailand Prayuth Chan-ocha di Bangkok, Thailand, 27 November 2020. (Foto: dok)

Pengadilan tertinggi Thailand, Rabu (2/12), membebaskan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dari dakwaan pelanggaran klausul etika dalam konstitusi negara, yang memungkinkannya tetap mempertahankan jabatannya.

Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan itu terkait gugatan yang diajukan oleh partai Pheu Thai, kelompok oposisi terbesar di parlemen. Partai itu menuduh Prayuth telah melanggar hukum karena terus tinggal di rumah kediaman militernya setelah ia pensiun sebagai komandan militer pada September 2014.

Gugatan tersebut menyebutkan Prayuth melanggar pasal-pasal konstitusi yang melarang menteri pemerintah menerima keuntungan khusus dari badan negara atau perusahaan karena akan menimbulkan benturan kepentingan. Jika seorang menteri dinyatakan bersalah melanggar standar etika, pejabat tersebut harus didiskualifikasi dan dipaksa untuk mundur.

Keputusan Mahkamah Konstitusi itu muncul sementara Prayuth sedang kewalahan menghadapi gerakan pro-demokrasi pimpinan mahasiswa yang sering mengadakan demonstrasi. Para demonstran itu menuntut agar ia dan pemerintahnya mundur karena dianggap berkuasa secara tidak sah.

Sebagai komandan militer, Prayuth memimpin kudeta pada Mei 2014 yang menggulingkan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh partai Pheu Thai. Ia kemudian memimpin junta yang memerintah selama lima tahun, dan juga menjadi perdana menteri dalam pemerintahan yang diarahkan militer.

BACA JUGA: Ribuan Demonstran Pro-Demokrasi Kembali Unjuk Rasa di Bangkok

Pemilu tahun lalu membawa partai proksi yang didirikan oleh militer ke tampuk kekuasaan. Partai itu, bersama partai-partai sekutunya, kemudian memilih Prayuth untuk menjabat kembali sebagai perdana menteri. Protes-protes yang sedang berlangsung menuduh bahwa konstitusi tahun 2017 yang ditetapkan di bawah pemerintahan militer memberi perwakilan militer Partai Palang Pracharath, keuntungan yang tidak adil dalam pemilu.

Februari lalu, pemimpin oposisi Sompong Amornwiwat dari partai Pheu Thai mempersoalkan apakah Prayuth telah bertindak ilegal dengan terus tinggal di kediaman militernya di sebuah pangkalan di Bangkok.

Pembelaan Prayuth selama ini adalah bahwa kediaman resmi perdana menteri sedang direnovasi, dan ia sedang menghadapi sejumlah masalah keamanan.

BACA JUGA: Polisi Tumpas Demonstran Oposisi, PM Thailand Tolak Mundur

Militer mendukung pembelaan Prayuth dengan mengatakan bahwa rumah militer yang ditempati Prayuth itu adalah wisma tamu VIP. Para pengecam bersikeras mengatakan Prayuth tetap melanggar hukum karena tidak membayar pengeluaran untuk pemakaian air dan listrik.

Pengadilan, seperti halnya militer, dianggap sebagai pilar kerajaan, dan benteng terakhir melawan ancaman terhadap kerajaan.

Dalam 12 tahun terakhir, vonis-vonis pengadilan telah menggulingkan tiga perdana menteri Thailand. Ketiga perdana menteri itu memiliki hubungan dengan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang digulingkan oleh kudeta militer pada 2006. Thaksin terguling setelah dituduh menyalahgunakan kekuasaan, melakukan korupsi dan tidak menghormati kerajaan. [ab/lt]