Para tahanan di sebuah pusat tahanan terpencil untuk para pencari suaka yang dikelola Australia telah mengakhiri demonstrasi disertai kekerasan selama dua hari, yang dipicu oleh kematian seorang pencari suaka kelahiran Iran.
Pihak berwenang Australia mengirim pasukan tambahan ke pusat tahanan di Pulau Christmas, yang berlokasi di Samudra Hindia, sebelah selatan pulau Jawa, setelah para demonstran memicu kebakaran, memaksa para penjaga dan staf lainnya meninggalkan fasilitas tersebut.
Departemen Imigrasi menyatakan polisi kembali menguasai pusat tersebut setelah berunding dengan para tahanan. Tetapi ditambahkan bahwa polisi harus menggunakan “kekerasan” terhadap sekelompok tahanan yang membuat barikade dan mengancam akan menggunakan senjata.
Lima tahanan dirawat karena luka-luka atau karena masalah medis lainnya, namun tak satupun yang terancam jiwanya.
Kerusuhan dimulai setelah mayat seorang tahanan asal Iran ditemukan di pinggiran tebing di pulau itu hari Sabtu (7/11), sehari setelah ia melarikan diri dari pusat tahanan.
Sekitar 203 lelaki ditahan di fasilitas di Pulau Christmas itu, sebagian besar dicegat sewaktu melarikan diri dengan perahu-perahu reyot dari negara-negara yang dilanda perang di Timur Tengah dan Asia, dengan harapan dapat mencapai Australia dan mendapat suaka di sana.
Yang lainnya adalah warga pribumi Selandia Baru yang memiliki catatan kriminal dan menunggu dideportasi setelah visa mereka untuk tinggal di Australia dicabut.
Politisi oposisi Australia menyerukan dievaluasinya kondisi di pusat tahanan tersebut.
Canberra telah mengambil sikap keras terhadap para pencari suaka. Negara itu mengirim banyak di antara mereka ke Pulau Christmas atau pusat-pusat tahanan lain di kepulauan Nauru yang terpencil di Pasifik dan Papua Nugini. [uh]