Pasukan keamanan di Turki telah menangkap lebih dari sepuluh pengacara sebagai bagian dari pembersihan atas kelompok-kelompok sayap kiri ilegal di negara itu
ISTANBUL —
Dalam sebuah aksi penangkapan para aktivis kelompok sayap kiri illegal, terdapat 15 pengacara di antara 85 orang yang ditangkap berdasarkan undang-undang anti-teror Turki. Penangkapan beberapa pengacara yang dikenal sebagai pembela HAM membuat kelompok-kelompok HAM di seluruh dunia prihatin.
Emma Sinclair dari Human Rights Watch mengatakan, “Kami sangat prihatin bahwa para pengacara yang menjadi sasaran operasi polisi ditangkap jam empat pagi dan pintu rumah mereka didobrak. Para ahli hukum ini dikenal karena aktivitas mereka dalam membela HAM dan membela korban kekerasan oleh polisi.”
Pasukan keamanan mengatakan mereka menarget anggota-anggota Front Pembebasan Rakyat Revolusioner – sebuah kelompok yang dinilai bersalah atas sejumlah serangan di Turki sejak tahun 1970-an. Pemerintah Turki menuduh para pengacara ini menyebarkan instruksi dari para pemimpin kelompok yang ditahan kepada para militant.
Tujuh ahli hukum yang ditangkap adalah anggota dari Asosiasi Pengacara Progresi yang tahun lalu membuka saluran telepon langsung bagi orang yang ingin mengadukan pelanggaran oleh polisi.
Dalam sebuah pernyataan kelompok ahli hukum ini mengutuk penangkapan tersebut, menyebutnya sebagai serangan terhadap perorangan dan institusi yang menentang pemerintah, perjuangan demokrasi, dan kebebasan.
Penangkapan itu juga mencakup lima anggota kelompok musik rakyat sayap kiri terkenal. Sinclair Webb dari Human Rights Watch mengatakan penangkapan ini merupakan tren yang mengkhawatirkan. “Ini tampaknya merupakan bagian dari operasi yang lebih luas berdasarkan undang-undang anti-teror yang kami lihat semakin meningkat di Turki dalam beberapa tahun terakhir ini. Tindakan ini merugikan wartawan, aktivis HAM, dan pengacara,” tuturnya.
Menurut kelompok-kelompok HAM internasional, Turki telah memenjarakan wartawan terbanyak dibanding negara mana pun. Pemerintah Turki menyatakan tidak seorang pun dipenjara karena melakukan kegiatan kewartawanan.
Dalam sebuah laporan pekan ini kelompok pemerhati “Freedom House” mengkategorikan Turki sebagai satu-satunya negara yang tidak benar-benar bebas dalam “Laporan Kebebasan Dunia,” karena adanya penurunan tajam hak-hak asasi dan hak-hak politik.
Emma Sinclair dari Human Rights Watch mengatakan, “Kami sangat prihatin bahwa para pengacara yang menjadi sasaran operasi polisi ditangkap jam empat pagi dan pintu rumah mereka didobrak. Para ahli hukum ini dikenal karena aktivitas mereka dalam membela HAM dan membela korban kekerasan oleh polisi.”
Pasukan keamanan mengatakan mereka menarget anggota-anggota Front Pembebasan Rakyat Revolusioner – sebuah kelompok yang dinilai bersalah atas sejumlah serangan di Turki sejak tahun 1970-an. Pemerintah Turki menuduh para pengacara ini menyebarkan instruksi dari para pemimpin kelompok yang ditahan kepada para militant.
Tujuh ahli hukum yang ditangkap adalah anggota dari Asosiasi Pengacara Progresi yang tahun lalu membuka saluran telepon langsung bagi orang yang ingin mengadukan pelanggaran oleh polisi.
Dalam sebuah pernyataan kelompok ahli hukum ini mengutuk penangkapan tersebut, menyebutnya sebagai serangan terhadap perorangan dan institusi yang menentang pemerintah, perjuangan demokrasi, dan kebebasan.
Penangkapan itu juga mencakup lima anggota kelompok musik rakyat sayap kiri terkenal. Sinclair Webb dari Human Rights Watch mengatakan penangkapan ini merupakan tren yang mengkhawatirkan. “Ini tampaknya merupakan bagian dari operasi yang lebih luas berdasarkan undang-undang anti-teror yang kami lihat semakin meningkat di Turki dalam beberapa tahun terakhir ini. Tindakan ini merugikan wartawan, aktivis HAM, dan pengacara,” tuturnya.
Menurut kelompok-kelompok HAM internasional, Turki telah memenjarakan wartawan terbanyak dibanding negara mana pun. Pemerintah Turki menyatakan tidak seorang pun dipenjara karena melakukan kegiatan kewartawanan.
Dalam sebuah laporan pekan ini kelompok pemerhati “Freedom House” mengkategorikan Turki sebagai satu-satunya negara yang tidak benar-benar bebas dalam “Laporan Kebebasan Dunia,” karena adanya penurunan tajam hak-hak asasi dan hak-hak politik.