Lupakan panggung dan rangkaian kampanye. Jelang pemilu Eropa pada Juni mendatang, para politisi semakin banyak yang beralih ke satu platform: TikTok.
Para politisi arustama berharap mereka dapat menarik suara para pemilih muda dan menangkis kebangkitan partai-partai kecil yang telah berhasil memanfaatkan aplikasi video pendek tersebut.
Banyak yang memperhitungkan bahwa keharusan untuk menjangkau pemilih muda melebihi kekhawatiran akan isu keamanan seputar platform media sosial milik China tersebut.
Mari kita lihat lebih dekat. Presiden Prancis Emmanuel Macron bergabung dengan TikTok pada 2020 dan sekarang memiliki empat juta pengikut.
Perdana Menteri Irlandia dalam masa penantian, Simon Harris, adalah pengguna TikTok lainnya.
Di Jerman, menjangkau pemilih muda sangat penting karena anak berusia 16 tahun dapat memberi suara dalam pemilu Eropa. Menteri Kesehatan Karl Lauterbach menjadi menteri pertama di negara ini yang membuka akun pada Maret.
Atasannya – Kanselir Jerman Olaf Scholz, segera mengikutinya.
Di antara partai-partai Jerman, Partai Alternatif Sayap Kanan Jerman, atau AfD, mendominasi TikTok. Kandidat utamanya, Maximilian Krah, memiliki lebih dari 40.000 pengikut.
“Pria sejati adalah sayap kanan, pria sejati memiliki cita-cita, pria sejati adalah patriot – maka itu berlaku untuk pacar perempuan Anda,” ujar pakar media digital Johannes Hillje, seraya menambahkan bahwa ini adalah bagian dari alasan mengapa politisi arustama sekarang beralih ke TikTok.
“Jadi, semua partai demokratis lainnya agak panik saat ini, untuk tidak membiarkan platform penting ini, dan demografi muda, pemilih muda ini, beralih ke partai radikal. Itulah mengapa banyak politisi, juga menteri seperti Karl Lauterbach, sekarang beralih ke TikTok, dan mereka membuat akun mereka sendiri dan mencoba menjangkau dan meyakinkan anak muda dengan pesan-pesan mereka,” jelas Hillje.
Di negara Barat, seperti Amerika Serikat, TikTok mendapat pengawasan ketat.
Sebagian orang mengkhawatirkan bahwa data pengguna dari aplikasi yang dimiliki perusahaan berbasis di Beijing ini, ByteDance, dapat berakhir di tangan pemerintah China.
ByteDance membantah menggunakan produknya untuk memata-matai. Sementara Beijing juga membantah memiliki niat seperti itu.
Guna mengatasi kekhawatiran tersebut, perusahaan ini telah membangun sebuah tempat penyimpanan data pengguna Eropa di Dublin, dan menyewa sebuah perusahaan keamanan pihak ketiga untuk memonitor aliran data.
Meski sejumlah badan keamanan Jerman telah memperingatkan agar tidak menggunakan aplikasi ini, TikTok semakin sulit dihindari. Uni Eropa memiliki 142 juta pengguna TikTok, 20 juta di antaranya berada di Jerman.
Your browser doesn’t support HTML5
Menkes Jerman Lauterbach mengatakan bahwa dia bisa saja memiliki keraguan tentang TikTok, tetapi dia juga mengakui efektivitasnya. Guna mencegah kebocoran data, dia membeli ponsel terpisah untuk menggunakan TikTok.
“Di dunia yang ideal, mungkin politisi Jerman tidak akan mau menggunakan TikTok, tetapi karena begitu banyak anak muda yang menggunakannya di Jerman, saya rasa ini adalah keputusan yang tepat untuk ikut menggunakannya. Jika tidak, mereka hanya akan menerima konten politik dari para ekstremis,” ujar Hillje. [ti/lt]