Sekitar 30.000 dari 40.000 spesies tanaman obat dunia terdapat di Indonesia. Namun sayang, baru 9.600 jenis yang berpotensi dikembangkan, dan 1.000 jenis di antaranya baru dapat dimanfaatkan sebagai ramuan kesehatan.
BACA JUGA: Vaksin vs Jamu: Bersanding atau Bersaing?Potensi besar ini harus dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku usaha di bidang jamu dan obat tradisional, terlebih di masa pandemi corona di mana banyak masyarakat mulai mengkonsumsi jamu dan obat tradisional untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Dalam diskusi daring, Senin (30/11), terungkap banyak kendala dan tantangan yang mesti dihadapi para pelaku usaha di bidang jamu dan obat tradisional, padahal industri ini hampir tidak terdampak oleh pandemi corona yang melanda dunia, termasuk Indonesia.
Ketua DPD Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) Nusa Tenggara Barat (NTB), Nasrin Muhtar, mengatakan sulit mengembangkan produk jamu dan obat tradisional di daerahnya karena masih belum tersedianya peralatan teknologi dan sarana penunjang para pelaku usaha.
“Kami sudah menanam kelor itu sudah 100 hektare, yang tentu itu butuh teknologi, seperti misalnya oven. Misalnya alat untuk penyerbukan, alat untuk ayak, yang itu sangat dibutuhkan oleh kami sebagai pelaku usaha di NTB," ujarnya.
BACA JUGA: Awas! Jangan Asal Percaya Klaim Obat Covid-19Meski di dalam negeri produk jamu dan obat tradisional ini mengalami peningkatan permintaan selama masa pandemi, peroduk hasil kekayaan alam Indonesi ini masih sulit bersaing dengan produk kesehatan dari luar negeri di pasar global.
Ketua DPD GP Jamu Bali, Gede Ngurah Wididana, mengatakan pemerintah masih belum fokus mengembangkan jamu dan obat tradisional, khususnya di pasar internasional. Produk jamu dan obat tradisional yang diekspor ke pasar dunia baru sekitar 1 persen dari seluruh produksi nasional.
Program pemerintah untuk mengembangkan industri jamu juga belum jelas.
“Apa yang dibutuhkan oleh masyarakat internasional, termasuk persyaratan dan perizinannya itu belum nyambung dengan apa yang dipersiapkan oleh pemerintah, terutama dari sisi legalitas, kemudian penelitian, daftar-daftar yang bisa diekspor dan lain sebagainya," papar Gede Ngurah Wididana.
Ketua DPD GP Jamu Jawa Tengah, Ivana Suprana, mengatakan bahwa pemerintah perlu memfasilitasi uji laboratorium produk jamu dan obat tradisional, khususnya bagi usaha kecil menengah (UKM), yang kemampuan dana dan peralatan penunjang produksinya terbatas.
Your browser doesn’t support HTML5
"Jadi saat ini banyak industri-industri terutama mungkin yang UKM untuk mengujikan produknya masih kesulitan, dari segi dana. Kemudian kalau dari pemerintah bisa memfasilitasi laboratorium-laboratorium untuk uji produk tersebut akan sangat membantu.”
Komitmen Pemerintah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen pemerintah untuk mendukung segala aktivitas ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan negara. Baik dalam pengadaan bahan baku, kemudahan berusaha, insentif pajak, akses permodalan, serta keringanan lainnya.
Dana untuk riset industri jamu dan obat tradisional, menurut Sri Mulyani, dapat diklaim sebagai pengurangan pajak hingga tiga kali lipat.
“Kita perlu untuk terus mendorong berbagai kegiatan yang merupakan keunggulan Indonesia, termasuk produk-produk herbal, karena Indonesia adalah negara yang subur, yang memiliki tanah yang bisa menumbuhkan berbagai macam biodiversity (keanekaragaman hayati.red) kita yang merupakan aset yang luar biasa," ujar Sri Mulyani.
Muhammad Khayam, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil, Kementerian Perindustrian, juga menegaskan dukungannya pada para pengusaha dan pelaku usaha di bidang jamu, obat tradisional dan sejenisnya, khususnya dalam hal teknologi industri yang menunjang.
“Khusus kepada pengusaha dan investor di bidang jamu, suplemen kesehatan, spa dan aroma terapi, rempah dan ekstrak bahan herbal atau jamu, pemerintah akan tetap mendukung dengan kebijakan pemerintah dalam hal teknologi industri dengan bantuan dari Kementerian Perindustrian," katanya. [pr/em]