Prancis, Senin (18/3) mengatakan bahwa pemilu yang memperpanjang kekuasaan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk enam tahun ke depan, dilakukan di tengah “tekanan”, dan memuji “banyak” warga Rusia yang menunjukkan sikap oposisi mereka.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan, Paris “telah mencatat hasil yang sudah bisa diduga” dari pemilu tiga hari, yang membuat Putin memperoleh masa jabatan kelimanya di Kremlin.
Pemimpin Rusia berumur 71 tahun ini, yang sudah berkuasa sejak tahun 2000, melaju tanpa saingan dari lawan-lawan yang serius, dan juga setelah kritikusnya yang paling vokal, Alexei Navalny, tiba-tiba meninggal di penjara Arktik bulan lalu.
“Kondisi untuk pemilu yang bebas, pluralis dan demokratis sekali lagi tidak terpenuhi,” kata Kementerian Luar Negeri Prancis.
Kementerian ini juga mengatakan, pemilu diselenggarakan di tengah “tekanan yang meningkat terhadap masyarakat sipil dan segala bentuk oposisi terhadap rezim.”
“Prancis menghormati upaya oleh banyak warga negara Rusia yang secara damai menunjukkan sikap oposisinya, terhadap serangan bagi hak-hak politik mendasar ini,” tambah Kementerian Luar Negeri Prancis.
Ribuan orang di Rusia dan luar negeri mengikuti seruan dari tim kampanye Navalny dan anggota oposisi Rusia yang lain, yang meminta para pemilih untuk hadir di TPS pada tengah hari Minggu, dalam sebuah protes bertajuk “Siang Melawan Putin”. Aksi ini dipandang sebagai harapan terakhir dari Navalny.
Prancis mencatat bahwa kematian Navalny “sebagian merupakan hasil dari pengetatan kondisi penahanan yang dilakukan otoritas Rusia”.
Kementerian Luar Negeri juga menyayangkan fakta bahwa kritik terhadap perang Putin melawan Ukraina, yang saat ini memasuki tahun ketiga, tidak diberi kesempatan untuk disuarakan di TPS.
Your browser doesn’t support HTML5
Paris juga menyesalkan Rusia yang tidak mengundang pemantau pemilu dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE). Mereka juga mengutuk penyelenggaraan pemilu di kawasan selatan dan timur Ukraina, yang saat ini dikuasai oleh Rusia.
“Prancis tidak dan tidak akan pernah mengakui penyelenggaraan dan hasil dari apa yang disebut sebagai 'pemilu' dan menegaskan kembali keterikatan wilayah itu terhadap kedaulatan, kemerdekaan, kesatuan dan integritas wilayah Ukraina,” tambah mereka.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengindikasikan bahwa dia tidak akan mengucapkan selamat kepada Putin untuk kemenangan itu.
“Kematian Alexei Navalny dan pelarangan bagi semua lawan Putin, bermakna bahwa Anda tidak bisa mengucapkan selamat bagi seseorang dalam sebuah pemilu yang ditandai oleh kematian mereka yang berjuang untuk pluralisme di Rusia,” kata dia kepada surat kabar Prancis, Le Parisien. [ns/uh]