Presiden Disomasi Terkait Pemblokiran Layanan Data Internet di Papua

Belasan orang dari perwakilan koalisi masyarakat sipil saat menggelar aksi di depan gedung Kemkominfo, Jumat, 23 Agustus 2019. (Foto: Dokumentasi Koalisi Masyarakat Sipil)

Koalisi masyarakat sipil melayangkan somasi kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyusul pemblokiran layanan data telekomunikasi di Papua. 

Koalisi masyarakat sipil menilai pelambatan akses internet dan pemblokiran layanan data telekomunikasi yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tidak berdasarkan hukum. Perwakilan koalisi yang juga Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan, saat ini tidak ada ketentuan yang mengatur kewenangan Menteri untuk melakukan pelambatan ataupun pemblokiran akses internet.

Menurutnya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 40 ayat 2a dan ayat 2b yang menjadi dasar kebijakan Kemkominfo hanya ditujukan bagi informasi atau dokumen elektronik yang melanggar hukum.

"Rasanya sangat tidak mungkin memisahkan internet dengan kehidupan kita. Kita tidak mungkin mundur ke belakang ke zaman ketika semua informasi sebatas lewat telpon dan sms. Sehingga rasanya sangat tidak adil jika membiarkan Papua dan Papua Barat berada dalam kegelapan informasi," jelas Damar Juniarto di kantor Kemkominfo, Jumat (23/8).

BACA JUGA: Pemerintah Blokir Layanan Data di Papua dan Papua Barat

Damar menambahkan berdasarkan UUD 1945, presiden memang memiliki kewenangan untuk pembatasan terhadap hak-hak sipil dan politik di seluruh atau sebagian wilayah Indonesia. Namun pembatasan tersebut harus dinyatakan oleh Presiden secara terbuka kepada masyarakat dan dilakukan untuk jangka waktu tertentu yang harus dinyatakan secara terbuka pula.

"Bahwa tindakan Presiden membiarkan Menteri Komunikasi dan Informatika RI melakukan perbuatan yang di luar batas–batas yang diperkenankan oleh hukum, adalah merupakan bentuk pembiaran dan adalah bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa," tambahnya mengutip somasi yang dilayangkan ke presiden.

Atas dasar tersebut, koalisi masyarakat sipil meminta presiden dan menteri Kominfo segera menghentikan pemblokiran layanan data telekomunikasi di Papua dan Papua Barat.

Plt Kepala Bagian Layanan Informasi Kominfo Helmi Fajar saat menerima simbol petisi online penolakan pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat di gedung Kemkominfo, Jumat, 23 Agustus 2019. (Foto: Dokumentasi Koalisi Masyarakat Sipil)

Plt Kepala Bagian Layanan Informasi Kominfo Helmi Fajar yang menerima dokumen somasi akan menyampaikan hal tersebut kepada Menteri Kominfo Rudiantara untuk dipelajari lebih lanjut. Fajar mengatakan kementerian melakukan evaluasi setiap tiga jam sekali untuk menentukan pencabutan atau dilanjutkannya pemblokiran internet.

"Kami berharap internet di Papua akan segera kami buka kembali. Cuma kami tetap melihat situasi di lapangan dan masukan aparat penegak hukum di Papua," jelas Helmi Fajar di kantor Kemkominfo.

Fajar menambahkan Kemkominfo juga telah melakukan koordinasi dengan Kantor Staf Presiden terkait pemblokiran layanan data telekomunikasi di Papua dan Papua Barat.

Akses Internet di Papua Semakin Sulit

Seorang jurnalis di Manokwari, Papua Barat, Duma Sanda menuturkan akses internet di wilayahnya semakin sulit. Menurutnya, Kamis (22/8) kemarin, dirinya masih bisa mengakses internet melalui jaringan wifi. Namun, pada hari ini akses wifi sudah sulit digunakan.

Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto dan aktivis lainnya saat hendak memberikan somasi ke Menkominfo Rudiantara, Jumat, 23 Agustus 2019. (Foto: VOA/Sasmito)

Sebagai perbadingan untuk membuka dan mengirim email yang sebelumnya hanya tiga menit, pada hari ini membutuhkan waktu berjam-jam. Sementara untuk layanan data telekomunikasi sejak Rabu (21/8/2019) lalu hingga Jumat (23/8) malam belum bisa digunakan.

"Semakin sulit, kita mau buka email itu saja susah. Saya sudah 2-3 kali mencoba dalam satu jam itu tidak masuk email. Itu pakai android (ponsel), kalau pakai laptop lebih lama lagi," tutur Duma saat dihubungi VOA pada Jumat (23/8) malam.

Duma menolak kebijakan pemerintah yang memblokir layanan data telekomunikasi di Papua dan Papua Barat ini. Sebab, kebijakan ini membatasi ruang gerak jurnalis di Papua dalam mencari informasi yang akurat. Kondisi ini juga menyulitkan dirinya berkomunikasi dengan pihak-pihak lainnya yang selama ini melalui internet. [sm/lt]