Presiden Filipina Rodrigo Duterte hari Minggu (5/2) mengingatkan pasukan militernya siap melawan lewat serangan udara dan ofensif baru jika pemberontak komunis melancarkan serangan setelah kedua pihak sepakat menyudahi gencatan senjata, dan ia mengumumkan disudahinya pembicaraan damai dengan gerilyawan.
Berbicara dalam konferensi pers, Duterte yang menyebut gerilyawan sebagai "teroris", menyesalkan ketika kemajuan selama beberapa bulan yang dicapai dalam perundingan yang dimediasi Norwegia dengan cepat berubah menjadi aksi kekerasan, di mana grilyawan Tentara Rakyat Baru membunuh enam tentara dan menculik dua lainnya dalam aksi kekerasan yang menimbulkan kemarahan presiden.
"Bagi saya tampaknya teroris ini ingin perang selama 50 tahun lagi, untuk membunuh warga Filipina," ujar Duterte pada wartawan setelah menghadiri pemakaman tiga dari enam tentara di bagian selatan kota Cagayan de Oro.
"Saya tidak ingin melakukan aksi kekerasan, tetapi jika itu yang mereka pilih, baiklah kita penuhi," ujar presiden yang dikenal kerap bicara keras itu. "Dengan diakhirinya gencatan senjata, mereka bisa memulai serangan dan kita bersiap menggunakan aset yang ada. Kita punya begitu banyak pesawat terbang, ada juga pesawat tempur. Saya akan jatuhkan semua bom," tambahnya.
Jum'at lalu (3/2) Duterte mencabut gencatan senjata yang sudah berlangsung selama enam bulan antara pemerintah dan gerilyawan dan memerintahkan tentara supaya bersiap menggelar pertempuran baru. Sebelumnya para gerilyawan mengabaikan gencatan senjata itu dengan menyerang dan membunuh enam tentara. Duterte dengan marah mengatakan sebagian tentara yang tewas itu dibunuh dengan kejam.
Gerilyawan belum menanggapi pernyataan Duterte tersebut. [em/jm]