Presiden Joko Widodo terkesan dengan film "Jenderal Soedirman" sampai ia mengatakan akan mewajibkan anak-anak untuk menonton film tersebut, mengingat tontonan itu sarat makna dan nilai perjuangan.
"Nilai-nilai perjuangan yang ada di film Soedirman ini betul-betul... Saya kira akan kita wajibkan anak-anak kita untuk nonton film ini. Karena memang sangat sarat nilai-nilai perjuangan yang sangat sulit sekali mungkin anak-anak sekarang tidak bisa membayangkan betapa sulitnya perjuangan para pahlawan kita," ujarnya seusai menonton film tersebut di Epicentrum, Jakarta Selatan, Senin (24/8).
Berbekal minimnya literatur dan dokumentasi audio serva visual, sineas muda Viva Westi dengan dukungan dari Markas Besar TNI Angkatan Darat, Yayasan Kartika Eka Paksi dan Padma Picture menyuguhkan film "Jenderal Soedirman" bagi masyarakat pencinta film Indonesia bertemakan sejarah kebangsaan.
Film berdurasi dua jam itu mengisahkan kehidupan panglima besar tersebut saat agresi militer II Belanda tahun 1948, terutama menggambarkan perang gerilya militer Indonesia yang berlangsung selama tujuh bulan.
Film itu juga diimbuhi dinamika pergulatan politik Indonesia antara kepemimpinan sipil Soekarno, militer dan kelompok sosialis pimpinan Tan Malaka.
Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Letjen (Purn.) Kiki Syahnakri, selaku produser eksekutif film ini mengatakan, perang gerilya Jenderal Soedirman dan pasukannya kala itu menjadi faktor pendukung utama keberadaan Indonesia di mata dunia.
"Antara perjuangan militer dan diplomasi (kelompok sipil pimpinan Soekarno) itu tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Harus sinkron gitu. Dan ternyata dengan adanya Pak Dirman bergerilya, tetap mendukung pemerintahan Soekarno – Hatta. Terjadi sinkronisasi antara manuver militer dengan diplomasi. Dan hasilnya PBB saat itu mendesak Belanda untuk melakukan perundingan dengan Pemerintahan RI. Sampai ke Konferensi Meja Bundar dan pengakuan kedaulatan," ujarnya.
Dalam film ini terdapat adegan perdebatan Jenderal Soedirman selaku Panglima Besar dengan Presiden Soekarno terkait rencana perang gerilya yang digagas Soedirman dalam misi penyelamatan Soekarno – Mohammad Hatta dari incaran Belanda.
Kiki mengatakan ada pesan moral dari film ini yang ingin ditujukan ke semua generasi di masa kini seputar masalah kebangsaan. Khususnya kepada para politisi, tambahnya, dengan semangat berkorban bagi tanah air seperti halnya yang dilakukan Jenderal Soedirman.
"Sangat berharap. Terutama buat para penyelenggara pemerintahan. Dalam rangka membangun revolusi mental. Jangan lupa, Pak Dirman membiayai perang nya dengan harta bendanya sendiri," ujarnya.
Aktor muda Adipati Dolken yang berperan sebagai Jenderal Soedirman mengaku harus bekerja keras demi suksesnya perannya di film ini. Tingkat kesulitan yang dialami Adipati diantaranya adalah tidak adanya dokumenter suara dari Jenderal Soedirman.
"Kesulitannya suara. Karena sekarangpun sampai gua berdiri di sini gua belum pernah denger suaranya Jenderal Soedirman kayak gimana. Sama nembangnya.. gua belum fasih bahasa Jawa. Itu lumayan berat dan akhirnya gua mesti interpretasi sendiri. Seperti apa saat dia ngomong sama orang. Dan katanya perokok berat. Suaranya lumayan cukup berat. Akhirnya gua bikin seperti itu," ujarnya.
Sutradara Viva Westi mengatakan ia berharap film ini bisa menjadi inspirasi semua orang khususnya kalangan generasi muda bisa mengerti sejarah dan menangkap semangat kebangsaan dari Jenderal Soedirman.
"Ayo jangan cuma bicara. Jadilah kayak Soedirman. Kalau harus berperang untuk kebaikan meski tidak ada yang mendukung, lakukanlah," ujarnya.