Presiden Korea Selatan pada hari Rabu (1/3) menyebut Jepang “mitra yang berbagi nilai-nilai universal yang sama” dan memperbarui harapan untuk memperbaiki hubungan yang renggang akibat pemerintahan kolonial Jepang di Semenanjung Korea.
Sejak menjabat pada Mei tahun lalu, Presiden Yoon Suk Yeol telah mendorong usaha-usaha untuk mengakhiri pertikaian masa lalu dengan Jepang dan meningkatkan kerja sama keamanan Seoul-Tokyo-Washington untuk mengatasi ancaman nuklir Korea Utara yang meningkat.
Dalam pidato yang disiarkan televisi untuk memperingati pemberontakan tahun 1919 melawan penjajah Jepang, Yoon mendesak rakyatnya untuk mengingat apa yang ia sebut sebagai “martir patriotik yang memberikan segalanya untuk kebebasan dan kemerdekaan negara kita selama hari-hari kelam.'' Namun ia tidak menyebutkan kesalahan-kesalahan pemerintah kolonial saat ia menjelaskan mengapa kerjasama yang lebih besar dengan Jepang diperlukan.
“Sekarang, satu abad setelah Gerakan Kemerdekaan Satu Maret, Jepang telah berubah dari agresor militeristik di masa lalu menjadi mitra yang memiliki nilai universal yang sama dengan kita dan bekerja sama dalam masalah keamanan, ekonomi, dan agenda global,” kata Yoon .
“Secara khusus, kerjasama trilateral antara Republik Korea, Amerika Serikat dan Jepang telah menjadi lebih penting dari sebelumnya untuk mengatasi ancaman nuklir serius yang ditimbulkan oleh Korea Utara dan berbagai krisis global,'' kata Yoon.
Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul, mengatakan pidato Yoon ”menawarkan tanda-tanda harapan tidak hanya untuk hubungan Seoul dengan Tokyo, tetapi juga untuk peran Korea Selatan di dunia.''
“Menekankan nilai-nilai bersama lebih dari sekadar retorika jika didukung oleh kebijakan luar negeri yang memperdalam kerja sama trilateral dengan AS dan Jepang sambil meningkatkan kontribusi terhadap upaya global, seperti mendukung Ukraina, memperkuat rantai pasokan, dan melawan perubahan iklim,'' kata Easley.
BACA JUGA: Korsel Rencanakan Dana Kompensasi Korban Kerja Paksa JepangKorea Selatan dan Jepang terkait erat secara ekonomi dan budaya dan keduanya merupakan sekutu utama AS di wilayah tersebut. Namun mereka sering bertengkar karena masalah-masalah yang berakar dari pendudukan Jepang di Semenanjung Korea tahun 1910-1945.
Yang menjadi pusat perselisihan mereka saat ini adalah putusan pengadilan Korea Selatan pada tahun 2018 yang memerintahkan dua perusahaan Jepang -- Nippon Steel dan Mitsubishi Heavy Industries -- untuk memberi kompensasi kepada warga Korea yang telah dipaksa bekerja di pabrik mereka selama masa penjajahan Jepang.
Kedua perusahaan itu dan pemerintah Jepang telah menolak putusan tersebut, dengan alasan bahwa semua masalah kompensasi telah diselesaikan berdasarkan perjanjian tahun 1965 yang menormalkan hubungan bilateral dan mengharuskan Tokyo menyediakan bantuan ekonomi dan pinjaman bernilai ratusan juta dolar kepada Seoul.
Sengketa tersebut mendorong kedua pemerintah untuk menurunkan status perdagangan satu sama lain dan Seoul mengancam akan meninggalkan kesepakatan berbagi informasi intelijen dengan Tokyo. [ab/lt]