Presiden Zardari Desak Warga Pakistan Cegah Konspirasi Anti Demokrasi

Presiden Pakistan, Asif Ali Zardari berdoa di makam isterinya, Benazir Bhutto di Garhi Khuda Bakhsh, Pakistan (26/12). Benazir Bhutto tewas dalam pembunuhan empat tahun lalu.

Presiden Pakistan, Asif Ali Zardari hari Selasa mendesak bangsanya untuk mencegah konspirasi anti demokrasi pada peringatan 4 tahun kematian Benazir Bhutto. Ini menyusul adanya spekulasi selama seminggu ini soal retaknya hubungan antara pemimpin sipil dan militer Pakistan.

Presiden Zardari menyerukan “kekuatan-kekuatan demokratis dan warga patriotik Pakistan” untuk menggagalkan konspirasi melawan demokrasi dan institusi-institusi demokrasi.”

Zardari mengeluarkan komentar itu hari Selasa (27/12) pada acara peringatan kematian isterinya empat tahun yang lalu, PM Benazir Bhutto.

Pemerintah sipil Presiden Zardari menghadapi kritik besar sehubungan dengan memo rahasia, yang dikirim beberapa bulan lalu, oleh seorang pejabat Pakistan meminta bantuan Amerika untuk mencegah kudeta militer.

Baik pemerintah maupun pejabat militer telah melakukan berbagai upaya baru-baru ini untuk meredakan ketegangan politik.

Jenderal Angkatan Darat Pakistan, Ashfaq Kayani minggu lalu menyangkal kabar angina bahwa ia merencanakan penggulingan pemerintah Presiden Zardari yang semakin tidak populer.

Hari Senin, PM Yusuf Raza Gilani menyangkal laporan media bahwa ia berencana memecat jenderal Kayani dan kepala badan intelijen negara itu yang disingkat ISI.

Ketua Mahkamah Agung, Iftikhar Chaudry hari Jumat juga berupaya menghilangkan kekhawatiran mengenai kemungkinan kudeta dengan mengatakan militer tidak mungkin mengambil-alih kekuasaan.

Memo rahasia itu terungkap bulan Oktober, ketika pengusaha Amerika keturunan Pakistan, Mansoor Ijaz menulis kolom pada harian Financial Times dan menuduh duta besar Pakistan untuk Amerika, Hussain Haqqani menulis surat untuk menggalang bantuan Amerika mencegah kudeta militer di Pakistan.

Surat itu dilaporkan dikirim bulan Mei lalu kepada Laksamana Mike Mullen, pejabat tinggi militer Amerika pada masa itu. Duta besar Haggani lalu dipaksa mundur.

PM Gilani dan Presiden Zardari telah menghadapi tekanan yang semakin meningkat untuk mundur karena insiden memo itu. Mahkamah Agung Pakistan saat ini sedang mempertimbangkan untuk memerintahkan penyelidikan atas memo itu.