Presiden Joko Widodo menyerahkan isu pencatutan atau pengatasnamaan dirinya dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negosiasi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk diselesaikan.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung di kantor Kepresidenan Jakarta Selasa (17/11) menjelaskan, Presiden Jokowi menghormati lembaga MKD untuk menyelesaikan kasus pencatutan namanya oleh oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
"Berkaitan dengan isu yang berkembang, rumor yang berkembang, wacana yang berkembang, Presiden menegaskan sekali lagi, menghormati MKD. Dan menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada MKD," ujar Pramono.
Berkaitan dengan wacana pembagian saham PT Freeport Indonesia yang dimunculkan oleh oknum anggota DPR, Pramono Anung menjelaskan, Presiden telah menegaskan tidak pernah berbicara kepada siapapun tentang hal itu.
"Maka kalau sekarang ini berkembang bahwa hal yang berkaitan dengan saham dan sebagainya, Presiden menegaskan bahwa beliau tidak pernah berbicara dengan siapapun di luar pemerintahan. Sehingga kalau kemudian ada siapapun yang mengatasnamakan Presiden atau Wakil Presiden, maka Presiden menyampaikan bahwa dengan tegas bahwa itu tidak benar," tambah Pramono.
Sementara itu, adanya nama salah seorang menteri kabinet kerja yang namanya disebut-sebut dalam transkrip pembicaraan antara oknum anggota DPR dengan petinggi Freeport, Pramono Anung mengatakan hal itu menjadi kewenangan Presiden apakah akan meminta keterangan dari menteri yang bersangkutan.
Lebih lanjut Pramono Anung menambahkan, dalam negosiasi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia, Presiden selalu berpijak pada kepentingan nasional, khususnya menyangkut soal royalti yang lebih baik dan pembangunan provinsi Papua.
Pramono menjelaskan, "Berkaitan dengan royalti, maka harus ada royalti yang lebih baik yang diberikan kepada Pemerintah pusat dan daerah. Yang kedua, divestasi dijalankan. Karena dalam persoalan ini undang-undang telah mengatur, kontrak karya telah mengatur bahwa harus ada divestasi. Yang ketiga adalah pembangunan smelter. Dan yang keempat adalah pembangunan Papua."
Hari Senin (16/11) Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Said, melaporkan adanya politikus anggota DPR yang diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden, untuk meminta jatah saham kepada PT Freeport Indonesia.
"Bahwa seorang anggota DPR RI bersama dengan seorang pengusaha telah beberapa kali memanggil, dan melakukan pertemuan dengan pimpinan PT Freeport," kata Sudirman.
Sebagai imbalannya, politikus itu menjamin kontrak karya perusahaan tambang Amerika itu akan diperpanjang. Selain meminta jatah saham yang katanya untuk Presiden dan Wakil Presiden, politikus tersebut diduga juga meminta jatah 49 persen saham sebuah pembangkit listrik di Papua.
Sudirman menambahkan, "Pada pertemuan ketiga yang dilakukan pada hari Senin 8 Juni 2015, antara jam 14.00-16.00 WIB, bertempat di suatu hotel di kawasan Pasific Palace SCBD, anggota DPR tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT Freeport. Dan meminta agar PT Freeport memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden RI Joko widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Anggota DPR itu juga meminta agar diberikan suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika dan meminta menjadi investor sekaligus pembeli dari tenaga listrik yang dibangun itu."
Usai melapor kepada MKD DPR RI, publik dikejutkan dengan bocornya beberapa dokumen yang disinyalir sebagai materi pelaporan dari Menteri ESDM, Sudirman Said ke MKD DPR RI.
Dokumen yang menyebar ke berbagai media sosial itu di antaranya berisi nama anggota DPR RI berinisial SN dan seorang pengusaha berinisial R yang melakukan pertemuan dengan petinggi PT Freeport Indonesia berinisial MS.
Kontrak karya PT Freeport Indonesia berakhir pada tahun 2021. Meski demikian, perpanjangan kontrak akan ditandatangani dua tahun sebelum kontrak berakhir atau pada tahun 2019 mendatang. [aw/ii]