Aturan ini dikatakan disusun dengan sangat cermat oleh pemerintah dengan bantuan sejumlah ahli penyusun undang-undang, untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi.
YOGYAKARTA —
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis malam (17/10) menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Mahkamah Konstitusi di Istana Kepresidenan Gedung Agung, Yogyakarta, sebagai respon terhadap skandal yang melibatkan ketua lembaga peradilan tersebut.
Usai penandatanganan, Menteri Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto menjelaskan bahwa Perppu ini disusun dengan sangat cermat oleh pemerintah dengan bantuan sejumlah ahli penyusun undang-undang, untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi.
“Subtansi isi dari Perppu Mahkamah Konstitusi ini, yang baru saja ditandatangani oleh Bapak Presiden menyangkut tiga hal utama. Yang pertama, penambahan persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi. Substansi yang kedua memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi. Dan yang ketiga adalah perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi,” ujarnya.
Salah satu penjelasan dari substansi tersebut adalah penambahan syarat bahwa calon hakim konstitusi harus bukan merupakan anggota partai politik sekurangnya dalam tujuh tahun sebelum dicalonkan.
Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial juga diamanatkan untuk membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang bersifat permanen. Anggota Majelis Kehormatan ini terdiri dari seorang mantan hakim konstitusi, seorang praktisi hukum, dua orang akademisi di bidang hukum dan satu tokoh masyarakat.
Dihubungi terpisah sebelumnya, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengatakan, bagaimanapun Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang harus diselamatkan keberadaannya. Mahkamah Konstitusi tidak sepantasnya direduksi perannya, karena kasus yang menimpa ketua lembaga ini, ujarnya.
Kepercayaan masyarakat harus dijaga, dan peran lembaga ini dalam menjaga konstitusi bangsa harus dikedepankan, tambahnya.
“Mahkamah Konstitusi itu lembaga yang memang kita idam-idamkan sebagai penjaga konstitusi karena tidak bisa dipungkiri banyak kasus dimana produk hukum bertentangan dengan kepentingan masyarakat, bertentangan dengan konstitusi. Jadi, kepada lembaganya saya mencintainya dan mempercayainya.” Ujarnya.
Sementara itu, pengamat hukum dan aktivis anti-korupsi dari Pusat Kajian Anti Korupsi UGM, Zaenal Arifin Mochtar mengatakan, pemerintah dan masyarakat harus bertekad untuk membasmi tikus tanpa membakar lumbungnya. Tidak peduli berapa hakim konstitusi yang mungkin terlibat korupsi, menurut Zaenal, sebagai lembaga Mahkamah Konstitusi harus dijamin keberadaannya.
“Yang paling penting sebenarnya kita semua sekarang kembali mengingat bahwa Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang besar, penuh kewenangan dan karena sangat mungkin kewenangan itu dijual atau diselewengka. Mengingat itu maka pengawasan menjadi penting,” ujarnya.
Usai penandatanganan, Menteri Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto menjelaskan bahwa Perppu ini disusun dengan sangat cermat oleh pemerintah dengan bantuan sejumlah ahli penyusun undang-undang, untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi.
“Subtansi isi dari Perppu Mahkamah Konstitusi ini, yang baru saja ditandatangani oleh Bapak Presiden menyangkut tiga hal utama. Yang pertama, penambahan persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi. Substansi yang kedua memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi. Dan yang ketiga adalah perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi,” ujarnya.
Salah satu penjelasan dari substansi tersebut adalah penambahan syarat bahwa calon hakim konstitusi harus bukan merupakan anggota partai politik sekurangnya dalam tujuh tahun sebelum dicalonkan.
Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial juga diamanatkan untuk membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang bersifat permanen. Anggota Majelis Kehormatan ini terdiri dari seorang mantan hakim konstitusi, seorang praktisi hukum, dua orang akademisi di bidang hukum dan satu tokoh masyarakat.
Dihubungi terpisah sebelumnya, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengatakan, bagaimanapun Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang harus diselamatkan keberadaannya. Mahkamah Konstitusi tidak sepantasnya direduksi perannya, karena kasus yang menimpa ketua lembaga ini, ujarnya.
Kepercayaan masyarakat harus dijaga, dan peran lembaga ini dalam menjaga konstitusi bangsa harus dikedepankan, tambahnya.
“Mahkamah Konstitusi itu lembaga yang memang kita idam-idamkan sebagai penjaga konstitusi karena tidak bisa dipungkiri banyak kasus dimana produk hukum bertentangan dengan kepentingan masyarakat, bertentangan dengan konstitusi. Jadi, kepada lembaganya saya mencintainya dan mempercayainya.” Ujarnya.
Sementara itu, pengamat hukum dan aktivis anti-korupsi dari Pusat Kajian Anti Korupsi UGM, Zaenal Arifin Mochtar mengatakan, pemerintah dan masyarakat harus bertekad untuk membasmi tikus tanpa membakar lumbungnya. Tidak peduli berapa hakim konstitusi yang mungkin terlibat korupsi, menurut Zaenal, sebagai lembaga Mahkamah Konstitusi harus dijamin keberadaannya.
“Yang paling penting sebenarnya kita semua sekarang kembali mengingat bahwa Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang besar, penuh kewenangan dan karena sangat mungkin kewenangan itu dijual atau diselewengka. Mengingat itu maka pengawasan menjadi penting,” ujarnya.